Tuesday, February 22, 2011

STATISTIK PRODUKSI DAN KONSUMSI DAGING DI INDONESIA SERTA PELUANG USAHA

Bisnis Ternak Sapi Potong
Indonesia dengan jumlah penduduk di atas 220 juta jiwa membutuhkan pasok daging yang besar. Peternakan domestik belum mampu memenuhi permintaan daging dari warganya. Timpangnya antara pasokan dan permintaan, ternyata masih tinggi.
Tidak mengherankan, lembaga yang memiliki otoritas tertinggi dalam hal pertanian termasuk peternakan, Deptan, mengakui masalah utama usaha sapi potong di Indonesia terletak pada suplai yang selalu mengalami kekurangan setiap tahunnya.
Sementara laju pertumbuhan konsumsi dan pertambahan penduduk tidak mampu diimbangi oleh laju peningkatan populasi sapi potong dan pada gilirannya memaksa Indonesai selalu melakukan impor baik dalam bentuk sapi hidup maupun daging dan jeroan sapi.
Menurut data Susenas (2002) yang dikeluarkan BPS, memperlihatkan konsumsi daging sapi dan jeroan masyarakat Indonesia sebesar 2,14 kg/kap/tahun. Konsumsi tersebut sudah memperhiutngkan konsumsi daging dalam bentuk olahan seperti sosis, daging kaleng dan dendeng.
Asumsi
·         Penduduk tahun sebesar 206,3 juta dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1,49% per tahun
·         Populasi sapi lokal sebesar 11,6 juta ekor dengan tingkat pertumbuhan sebesar 14% per tahun.
·         Konsumsi daging sebesar 1,72 kg/kapita/tahun dengan peningkatan sebesar 0,1 kg/kapita/tahun.
·         Produksi daging sapi sebesar 350,7 ribu ton.
Proyeksi kebutuhan daging
·         Th 2000
o   Penduduk 206 juta orang
o   Konsumsi 1,72 kg/kapita/tahun
o   Produksi daging 350,7 ribu ton/tahun
o   Pemotongan sapi 1,75 juta ekor/tahun
·         Th 2010
o   Penduduk 242, 4 juta orang
o   Konsumsi 2,72 kg/kapita/tahun
o   Produksi daging 654,4 ribu ton/tahun
o   Pemotongan sapi 3,3 juta ekor/tahun (naik 88,6%)

·         Th 2020
o   Penduduk 281 juta orang
o   Konsumsi 3,72 kg/kapita/tahun
o   Produksi dagiing 1,04 juta ton/tahun

 Sumber : Apfindo

Menurut saya :
Dengan kondisi tersebut diperkirakan keadaan populasi 2009 hanya mampu memasok 80% dari total kebutuhan dalam negeri. Keadaan tersebut tentu sangat menghawatirkan karena suatu saat akan terjadi dimana kebutuhan daging sapi dalam negeri sangat tergantung kepada impor. Dengan demikian ketergantungan tersebut tentu akan mempengaruhi harga sapi lokal.
Semakin sulitnya sapi lokal memenuhi kebutuhan daging pada hari-hari besar keagamaan (Idul Fitri, Natal, dan tahun baru). Dan tiap provinsi sumber ternak mulai khawatir terhadap pupolasi sapi di daerahnya. Kemudian adanya pemotongan sapi betina produktif. Pemerintah tidak mempunyai kewenangan apapun untuk mencegah sapi betina produktif untuk dipotong.
Belum lagi akibat soal kualitas sapi lokal. Kondisi itu, dengan sendirinya, membuat Indonesia harus mampu mendorong pertumbuhan produksi sapi sekaligus daging sapi. Arena kebutuhan daging sapi yang semakin meningkat, jika tidak disertai pertumbuhan populasi, mengakibatkan semakin banyaknya sapi lokal yang diptong termasuk sapi betina. Di mana ketergantungan akan impor akan semakin besar dan pada akhirnya akan 100% tergantung impor.
Itu sebabnya, bisnis ternak sapi potong, menjadi salah satu lahan usaha yang prospektif. Untuk peluang ekspor daging sapi ke Malaysia sangat terbuka karena permintaan di negara jiran itu cenderung meningkat. Hal itu dipicu oleh bergesernya tradisi memotong kambing kepada tradisi memotong sapi atau kerbau pada saat perhelatan keluarga atau perayaan lainnya.
Skala rumah tangga
Banyak sistem yang biasa digunakan untuk mengembangkan ternak sapi potong. Salah satu sistem yang paling dikenal adalah sistem kandang dalam lembaga yang berbadan hukum resmi seperti koperasi. Sistem ini termasuk sistem berskala besar karena jumlah sapi yang dibudidayakan bisa mencapai ratusan ekor, selain keuntungan yang diperoleh dari aplikasi sistem ini jauh lebih besar.
Saat ini sudah mulai berkembang sistem lain yakni ternak sapi potong berskala rumah tangga yang menggunakan cara konvensional sehingga memudahkan sebuah rumah tangga mengembangkan usaha ternak sapi potong ini. Sistem ini dikembangkan karena ternak sapi potong dipandang sebagai bentuk usaha yang dapat memberikan tambahan pendapatan kepada para peternak kecil skala rumah tangga tersebut sekaligus mengangkat masyarakat ekonomi lemah.
Ternak sapi potong berskala rumah tangga tersebut sangat ekonomis, baik dari sisi biaya pemeliharaan maupun biaya pembuatan kandang. Karena berskala kecil, pembuatan kandang biasanya berbentuk tunggal. Tapi hal teknis lainnya seperti ukuran kandang untuk seekor sapi tidak jauh berbeda dengan ukuran kandang untuk penggemukan sapi komersil dalam skala besar. Agar proses penggemukan berhasil, peternak diberikan bimbingan bagaimana mengenal tipe sapi potong, memilih bibit dengan benar, mencari lokasi yang memenuhi syarat, penyiapan sarana dan proses pemeliharaan yang baik.
Seperti yang lazim diketahui, jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini merupakan sapi asli Indonesia dan sapi impor. Dari jenis sapi potong tersebut, masing-masing memiliki sifat dan ciri khas baik dilihat dari bentuk luarnya seperti ukuran tubuh, warna bulu maupun genetiknya. Biasanya sapi-sapi asli Indonesia yang dijadikan sumber daging para peternak sapi adalah sapi bali, sapi ongole, sapi po (peranakan ongole), sapi madura dan sapi aceh. Ini harus diketahui peternak.
Pendapatan meningkat
Dalam tempo enam bulan, satu ekor sapi potong bisa menghasilkan keuntungan sekitar Rp4 juta-Rp5 juta.
Harga bibit satu ekor berkisar antara Rp6 juta-Rp7 juta, sementara setelah dipelihara selama enam bulan, harga sapi di pasaran meningkat antara Rp10 juta-Rp11 juta, sehingga peternak memperoleh keuntungan Rp4 juta-Rp5 juta per ekor atau sekitar Rp12 juta-Rp15 juta per satu rumah tangga.
Besarnya keuntungan yang diterima peternak dengan cara konvensional tersebut ke depan masih bisa berlipat ganda, apabila pemerintah membangun membangun pabrik konsentrat sapi.

No comments:

Post a Comment

Comment Me