Saturday, May 7, 2011

Manfaat Susu Sapi Segar


lebih baik mengkonsumsi susu segar
Merebaknya kasus gizi buruk atau mal-nutrisi pasca krisis ekonomi tahun 1997 yang lalu hingga kini, hampir setiap hari masih dapat kita baca dan saksikan di berbagai media masa.
Menurut Depkes (2004) bahwa pada tahun 2003 terdapat sekitar 5 juta Balita kurang gizi, 3,5 juta anak dalam tingkat kurang gizi, dan  1,5 juta anak status gizi buruk. Selain itu, terpuruknya prestasi olah raga di negeri ini (yang ditunjukan oleh hasil SEA Games yang lalu), ternyata pula Indonesia hanya mampu menduduki Peringkat V. Kondisi dan prestasi tersebut, merupakan salah satu manifestasi dari rendahnya konsumsi gizi masyarakat, khususnya konsumsi protein hewani asal ternak (daging, telur dan susu).
Hal ini disebabkan eratnya hubungan antara konsumsi gizi dengan prestasi manusia. Salah satu komponen gizi yang menjadi sangat penting adalah protein hewani. Protein ini, berasal dari hasil produksi ternak dan ikan, memiliki karakteristik asam-asam amino esensial yang tidak dimiliki oleh protein dari sumber lainnya (nabati).

Konsumsi Protein
susu sapiSaat ini, konsumsi protein hewani masyarakat kita masih jauh dari norma gizi yang disarankan oleh FAO. Menurut Ditjen Peternakan (2004) bahwa konsumsi pangan hewani sebesar 86,9 gr/kapita/hari dari target 150 gr/kapita/hari, yang berasal dari komoditi peternakan sebesar 36,5 gr/kapita/hari (42 %).
Oleh karenanya, untuk konsumsi pangan hewani yang masih di bawah standar Pola Pangan Harapan (PPH), perlu terus ditingkatkan.  Tidak jauh berbeda, dari sisi produksi (suplai) yaitu berdasarkan analisis dari Pola Pangan Harapan (PPH) menunjukkan bahwa saat ini tingkat pencapaian konsumsi masyarakat Indonesia akan protein hewani asal ternak baru mencapai setara daging 5,9 kg/kapita/tahun; telur 5,4 kg/kapita/tahun dan susu 1,2 kg/kapita/tahun (Susenas 2003) dari standar minimum norma gizi 6 gram/kapita/hari (yang setara dengan daging 10,1 kg/kapita/tahun, telur 3,5 kg/kapita/tahun dan susu 6,4 kg/kapita/tahun).

Dampak Konsumsi Protein
susu sapiAhmad Rusfidra (2005) menyatakan bahwa Konsumsi protein hewani yang rendah banyak terjadi pada anak usia bawah lima tahun (balita), terlihat pada merebaknya kasus busung lapar dan mal-nutrisi. Usia balita disebut juga sebagai periode “the golden age” (periode emas pertumbuhan) dimana sel-sel otak anak manusia sedang berkembang pesat.
Pada fase ini, otak membutuhkan suplai protein hewani yang cukup agar berkembang optimal. Asupan kalori-protein yang rendah pada anak balita berpotensi menyebabkan terganggunya pertumbuhan, meningkatnya risiko terkena penyakit, mempengaruhi perkembangan mental, menurunkan performa mereka di sekolah dan menurunkan produktivitas tenaga kerja setelah dewasa. Namun, sebenarnya pembentukan sel otak manusia terjadi sejak dalam kandungan. Oleh karenanya, bagi ibu hamil dan menyusui sangat dianjurkan untuk mengonsumsi protein hewani (daging, telur dan susu) yang cukup bagi kesehatan dirinya maupun bayinya.

Selain itu, berdasarkan berbagai analisa para ahli, ternyata pula bahwa untuk kecerdasan seseorang, protein hewani sangat dibutuhkan bagi daya tahan tubuh. Lebih jauh Shiraki et al. (1972) yang disitasi oleh Ahmad Rusfidra, telah membuktikan peranan protein hewani dalam mencegah terjadinya anemia pada orang yang menggunakan otot untuk bekerja keras, seperti bagi para pekerja fisik dan olahragawan. Gejala anemia tersebut dikenal dengan istilah “sport anemia”. Penyakit ini dapat dicegah dengan mengonsumsi protein yang tinggi, yaitu 50 % harus berasal dari hewani (daging, telur dan susu). Mengingat pentingnya protein hewani bagi segala lapisan usia, maka konsumsi produk hasil peternakan semestinya dipacu terus menuju tingkat konsumsi ideal. Jika tidak, sangat beresiko akan terbentuknya masyarakat yang tidak sehat.

Diantara berbagai sumber protein hewani, yang menarik dikaji untuk diketahui adalah susu. Dalam kajian ini, yang disebut susu adalah susu yang diproduksi oleh sapi perah. Diantara berbagai jenis susu, ternyata Susu Sapi merupakan komoditi yang paling banyak dikonsumsi. Hal tersebut beralasan, karena Susu Sapi memiliki zat-zat gizi yang hampir sama kualitasnya dengan Air Susu Ibu (ASI) seperti tampak pada Tabel di bawah. Susu juga merupakan sumber kalsium, riboflavin, dan vitamin A, sementara itu susu yang sudah difortifikasi (diperkaya) juga banyak mengandung vitamin D. Sehingga para ahli sangat merekomendasikan, bahwa susu dapat digunakan sebagai makanan pengganti ASI bagi anak-anak.

Tabel : Perbandingan Kandungan Gizi Susu Sapi dengan ASI
No.Zat-Zat GiziASISusu Sapi
1.
2.
3.
4.
5.
Total Solid (%)
Casein (%)
Laktosa (%)
Lemak (%)
Enersi (Kkal/Kg)
12,9
0,4
7,1
4,5
720,0
12,7
2,6
4,6
3,9
660,0
Keterangan : dari berbagai sumber  (Jannes and Sloan, 1970)
Berdasarkan data tersebut, tidak diragukan lagi bahwa fungsi dan peran susu dapat menggantikan ASI sehingga akan berdampak bagi peningkatan dan pembentukan kecerdasan bangsa.
Menurut kajian Profil konsumsi susu di Indonesia (Ali Khomsan, 2004) menunjukkan, bahwa susu segar hanya memberikan kontribusi 17,9 persen dari total konsumsi susu. Sisanya, sebesar 82,1 persen merupakan konsumsi susu bubuk, berarti mayoritas konsumen susu di Indonesia memilih susu bubuk dibandingkan dengan susu cair. Hal ini, sangat berbeda dengan kondisi di luar negeri, konsumsi susu cair di Amerika Serikat (AS) mencapai 22.350 juta liter/tahun, India 42.001 juta liter/tahun, Cina 6.345 juta liter/tahun, Pakistan 28.671 juta liter/tahun, Spanyol 4.577 juta liter/tahun, dan Thailand dan  Vietnam 58 juta liter/tahun tidak jauh dengan Indonesia (Indonesia 62 juta liter/tahun)
Untuk susu bubuk, pada tahun 2004, konsumsi di Indonesia mencapai 283 juta liter. Sedangkan di AS hanya 58 juta liter, India 936 juta liter, Cina 1.951 juta liter, Pakistan 249 juta liter, Spanyol 18 juta liter, Thailand 69 juta liter, dan Vietnam 41 juta liter.
Rendahnya konsumsi susu di dalam negeri, selain disebabkan oleh kemampuan ekonomi (daya beli) dan tingkat pendidikan masyarakat juga terutama disebabkan oleh faktor “lactose intolerance”, yaitu kemampuan adaptasi perut orang Indonesia yang rendah terhadap lactose. Untuk itu perlu diatasi dengan membiasakannya mengonsumsi; susu pasteurisasi atau sterilisasi (susu cup atau susu bantal) hasil olahan yang kadar lemaknya telah disesuaikan dengan kemampuan adaptasi perut orang Indonesia. Setelah terbiasa, baru kemudian mengonsumsi susu segar.

Mengapa susu segar ?
susu sapiPengertian susu segar termasuk didalamnya susu pasteurisasi dan sterilisasi. Karena proses pateurisasi hanya ditujukan untuk mematikan bakteri-bakteri patogen dengan temperatur rendah (sekitar 70 %). Sedangkan sterilisasi dengan temperatur tinggi dan waktu yang sangat singkat (4 detik) ditujukan untuk membunuh seluruh kuman. Kedua proses tersebut, tidak merusak kandungan gizi susu.
Susu Kental Manis (SKM) yang diproses dengan cara evaporasi ditambahkan gula sekitar 40 % sebagai bahan pengawet. Sedangkan susu bubuk, diproses dengan temperatur sangat tinggi, akan mengurai zat-zat gizi yang ada pada susu murni. Sesuai pendapat ahli gizi Prof Dr. Ir. Made Astawan MS (2002) bahwa susu bubuk, yang diolah melalui proses pengeringan dengan suhu tinggi memiliki kadar dan mutu gizi lebih rendah daripada susu cair.
Proses fortifikasi yakni penambahan zat-zat gizi ke dalam susu bubuk tidak akan sepenuhnya seperti semula. Dalam proses ini, terjadi kerusakan protein sebesar 30 %, sehingga menurun daya cernanya, juga terjadi perubahan konfigurasi asam-asam aminonya dari bentuk L ke bentuk D (manusia hanya menggunakan asam amino bentuk L). Kondisi tersebut, menyebabkan menurunnya ketersediaan Asam Amino Lysin sampai (5-10) %. Asam amino ini merupakan “asam amino esensial” yang sangat diperlukan tubuh manusia.
Jika saja konsumen mengonsumsi susu segar, tentunya akan mendorong peningkatan produksi peternakan sapi perah rakyat. Sebab bahan bakunya berasal dari susu segar yang diproduksi dari peternakan rakyat, juga akan menghemat devisa. Apabila dihitung berdasarkan pada harga per satuan protein yang dikandungnya, maka susu segarharganya akan jauh lebih murah daripada susu bubuk atau SKM. Mudah-mudahan informasi ini menggugah masyarakat untuk mengonsumsi susu segar karena kualitas dan harganya jauh lebih baik…. semoga.
Sumber : Duniasapi.com

No comments:

Post a Comment

Comment Me