Tuesday, May 24, 2016

Identifikasi Senyawa Asam Sitrat dan Fenolik dan Kombinasi Pakan Untuk Peternak Kambing lokal dan Sapi Perah

Untuk mengisolasi suatu senyawa kimia yang berasal dari bahan alam hayati pada dasarnya menggunakan metode yang sangat bervariasi, seperti yang diaplikasikan dalam proses industri. Metode metabolit pengempaaan digunakan pada senyawa katecin daun gambir juga isolasi CPO dari buah kelapa sawit.
Metode ini umum digunakan karena senyawa organik yang diperoleh dengan kuantitas yang cukup banyak. Tetapi berbeda dengan senyawa bahan alam hasil proses metabolit sekunder lainnya yang pada umumnya dengan kandungan yang relatif kecil, maka metode-metode dan proses industri tersebut tidak dapat digunakan.
Berdasarkan hal di atas maka metode yang umum dalam isolasi senyawa metabolit sekunder dapat digunakan. Metode standar laboratorium dengan kuantitas sampel terbatas dan perlunya menentukan metode yang paling sesuai dengan maksud tersebut.
Dari identifikasi awal, maka dapat diamati kandungan senyawa dari tumbuhan sehingga untuk isolasi dapat diarahkan pada suatu yang dominan dan salah satu usaha mengefektifkan isolasi senyawa tertentu maka dapat dimanfaatkan pemilihan pelarut organik yang akan digunakan pada isolasi tersebut, di mana pelarut polar akan lebih mudah melarutkan senyawa polar dan sebaliknya senyawa non polar lebih mudah larut dalam pelarut non polar.
Sebelum melakukan isolasi terhadap suatu senyawa kimia yang diinginkan dalam suatu tumbuhan maka perlu dilakukan identifikasi pendahuluan kandungan senyawa metabolit sekunder yang ada pada masing-masing tumbuhan, sehingga dapat diketahui kandungan senyawa yang ada secara kualitatif dan mungkin juga secara kuantitatif golongan senyawa yang dikandung oleh tumbuhan tersebut. Untuk tujuan tersebut maka diperlukan metode persiapan sampel dan metode identifikasi pendahuluan senyawa metabolit sekunder sebagai berikut:
Sebanyak 4 gram sampel segar dirajang halus dan dididihkan dengan 25 ml etanol selama lebih kurang 25 menit, disaring dalam keadaan panas, kemudian pearut diuapkan sampai kering. Ekstrak dikocok kuat dengan kloroform lalu ditambahkan air suling, biarkan sampai terbentuk dua lapisan, yakni lapisan kloroform dan lapisan air. Beberapa tetes ditempatkan dalam tabung reaksi ditambahkan besi (III) klorida, timbul warna hijau sampai ungu menandakan positif mengandung fenolik.
Secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian tumbuhan seperti bunga, buah, daun, kulit batang dan akar menggunakan sistem maserasi menggunakan pelarut organik polar seperti metanol.
Beberapa metode ekstraksi senyawa organik bahan alam yang umum digunakan antara lain :
1.    Maserasi
Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara didalam dan diluar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dengan pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam pelarut tersebut. Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam, karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder.
2.    Perkolasi
Merupakan proses melewatkan pelarut organik pada sampel sehingga pelarut akan membawa senyawa organik bersama-sama pelarut. Tetapi efektifitas dari proses ini hanya akan lebih besar untuk senyawa organik yang sangat mudah larut dalam pelarut yang digunakan. 
3.    Solketasi
Solketasi menggunakan soklet dengan pemanasan dan pelarut akan dapat di hemat karena terjadinya sirkulasi pelarut yang selalu membasahi sampel. Proses ini sangat baik untuk senyawa yang tidak terpengaruh oleh panas.
4.    Destilasi uap
Proses destilasi lebih banyak digunakan untuk senyawa organik yang tahan pada suhu yang cukup tinggi, yang lebih tinggi dari titik didih pelarut yang digunakan. Pada umumnya lebih banyak digunakan untuk minyak atsiri. 
5.    Pengempaan
Metode ini banyak digunakan dalam proses industri seperti pada isolasi CPO dari buah kelapa sawit dab isolasi katecin dari daun gambir. Dimana dalam proses tidak menggunakan pelarut.
Hasil yang diperoleh berupa ekstrak yang mana seluruh spade senyawa bahan alam yang terlarut dalam pelarut yang digunakan akan berada pada ekstak ini.
Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan plat KLT yang sudah siap pakai. Terjadinya pemisahan komponen – komponen pada KLT dengan  Rf  tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen kimia tersebut dengan mengggunakan kolom kromatografi dan sebagai fas diam dapat digunakn silika gel dan eluan yang digunakan berdasarkan hasil yang diperoleh dari KLT dan akan lebih baik kalau kepolaran eluen pada kolom kromatografi sedikit dibawah kepolaran eluen pada KLT.
Pemilihan eluen sebaiknya dimulai dari pelarut organik yang tidak polar seperti heksana dan peningkatan kepolaran dengan etil asetat atau pelarut yang lebih polar lainnya masing – masing pelarut.
Selanjutnya suatu senyawa bahan alam hasil isolasi akan diidentifikasi berdasarkan kimia, fisika, dan identifikasi dengan spektroskopi. Dari isolasi yang menggunakan metode standar tidak semua senyawa akan secara utuh seperti yang terdapat dalam tumbuhan tesebut, karena sebagian senyawa ada yang terlarut dan terpecah dalam proses isolasi dan hasil terjadi seperti putusnya ikatan glikosida membentuk aglikon dan gula dengan adanya air.
Identifikasi senyawa metabolit sekunder dan elusidasi struktur senyawa ditemukan merupakan pekerjaan yang sangat menentukan dalam proses mengenal, mengetahui dan pada akhirnya menetapkan rumus molekul yang sebenarnya dari senyawa tersebut.
Di antara metode identifikasi dan elusidasi struktur yang diperoleh dapat dilakukan dengan metode standar yang sudah dikenal untuk menentukan senyawa kimia dan termasuk derivat – derivatnya antara lain:
1.    Metode Spektroskopi
Metode spektroskopi saat ini sudah merupakan metode standar dalam penentuan struktur senyawa organic pada umumnya dan senyawa metabolit sekunder pada khususnya. Metode tersebut terdiri dari beberapa peralatan dan mempunyai hasil pengamatan yang berbeda, yaitu :
a.    Spektroskopi UV
Merupakan metode yang akan memberikan informasi adanya kromofor dari senyawa organik dan membedakan senyawa aromatic atau senyawa ikatan rangkap yang berkonjugasi denga senyawa alifatik rantai jenuh.
b.    Spektroskopi IR
Metode yang dapat menentukan serta mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa organik, yang mana gugus fungsi dari senyawa organik akan dapat ditentukan berdasarkan ikatan tiap atom dan merupakan bilangan frekuensi yang spesifik.
c.    Nuklir Magnetik Resunansi Proton
Metode ini akan mengetahui posisi atom – atom karbon yang mempunyai proton atau tanpa proton. Disamping itu akan dikenal atom – atom lainnya yang berkaitan dengan proton.
d.   Nuklir Magnetik Kesonansi Isotop Karbon 13
Digunakan untuk mengetahui jumlah atom karbon dan menentukan jenis atom karbon pada senyawa terebut.
e.    Spektroskopi Massa
Mengetahui berat molekul senyawa dan ditunjang dengan adanya fragmentasi ion molekul yang menghasilkan pecahan – pecahan spesifik untuk suatu senyawa berdasarkan m / z dari masing – masing fragmen yang terbentuk. Terbentuknya fragmen – fragmen denga terjadinya pemutuan ikatan apabila disusun kembali akan dapat menentukan kerangka struktur senyawa yang diperiksa. 
2.    Kromatografi
Penggunaan kromatografi sangat membantu dalam pendeteksian senyawa metabolit sekunder dan dapat dijadikan sebagai patokan untuk proses pengerjaan berikutnya dalam menentukan struktur senyawa.

Berbagai jenis kromatografi yang umum digunakan antara lain: 
a. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) : Merupakan salah satu metode identifikasi awal untuk menentukan kemurnian senyawa yang ditemukan atau dapat menentukan jumlah senyawa dari ekstrak kasar metabolit sekunder. Cara ini sangat sederhana dan merupakan suatu pendeteksian awal dari hasil isolasi. b. Kromatografi Kolom : Digunakan untuk pemisahan campuran bebrapa senyawa yang diperoleh dari isolasi tumbuhan. Dengan menggunakan fasa padat dan fasa cair maka fraksi – fraksi senyawa akan menghasilkan kemurnian yang cukup tinggi. c. Kromatografi Gas : Pemisahan campuran senyawa yang cukup stabil pada pemanasan, karena sampel yang digunakan akan dirubah menjadi fasa gas dan dengan adanya  perbedaan keterikatan senyawa pada fasa padat yang digunakan terhadap senyawa organik sehingga terjadi pemisahan masing – masing senyawa dari campurannya. d. Kromatografi Cair : Lebih dikenal dengan HPLC (High Pressure Liquid Chromatography ) dan lebih dari 75 % dari pemakaian HPLC menggunakan fasa padat ODS (Oktadesil Sifane) atau C – 18 sedangkan fasa cair sebagai pelarut pembawa senyawa dapat diganti kepolarannnya pada saat digunakan dan kondisi seperti itu dikenal sebagai fasa gradien. Pada kondisi gradien, senyawa nonpolar akan diadsorpsi lebih lemah oleh fasa padat dan akan dielusi dengan pelarut nonpolar dan sebaiknya senyawa polar akan diadsorpsi lebih kuat dan membutuhkan pelarut polar. Jika sampel mempunyai polaritas luas, pemisahan harus dilakukan dengan merubah kepolaran pelarut yang digunakan. Efisiensi penggunaan HPLC ditentukan dengan pengaturan dan penggunaan pelarut sebagai pembantu dalam pemakaian HPLC.

Secara garis besar identifikasi senyawa fenolik dapat digambarkan sebagaimana bagan berikut:

Low level Roughages + Concentrates
Ternak memerlukan nutrisi untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, reproduksi, laktasi, gerak dan kerja. Oleh karena itu pemberian hedaknya memperhitungkan semua kebutuhan tersebut, atau dengan kata lain , pemnberian pakan disesuaikan dengan kebutuhan ternak.
           Pakan utama yang umum diberikan berupa hijauan segar, seperti rumput, legum(daun lamtoro dan turi, dll) atau aneka hijauan (daun singkong yang mempunyai protein cukup tinggi), daun nangka dan daun pepaya). Khusus legume dan aneka hijauan sebelum diberikan pada ternak sebaiknya dilayukan terlebih dahulu 2-3 jam dibawah terik matahari untuk menghilangkan racun yang ada dalam hijauan tersebut.
Selain pakan hijauan, dapat juga ditambah dengan pakan padat  atau konsentrat. Jenis yang dapat digunakan adalah bekatul, ampas tahu, ketela pohon (dicacah dahulu). Jenis pakan tersebut relatif murah dan mudah dibeli di mana saja. Pakan konsentrat ini akan memberikan sumbangan cukup besar untuk kebutuhan nutrisinya. Kebutuhan setiap ekor kira-kira 3 kg per hari dengan komposisi 40% berkatul 40% ampas tahu dan 20% ketela pohon.
Teknik pemberian konsentrat disarankan jangan bersamaan dengan hijauan,  karena pakan ini mempunyai daya cerna dan kandungan nutrisi yang berbeda dengan hijauan.  Jumlah pemberian konsentrat sekitar 3 kg/ekor/hari.
Penambahan konsentrat pada kambing dan domba bertujuan untuk meningkatkan nilai pakan dan menambah energi. Tingginya pemberian pakan berenergi menyebabkan peningkatan konsumsi dan daya cerna dari rumput atau hijauan kualitas rendah. Selain itu penemberian konsentrat tertentu dapat menghasilkan asam amino essensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Penambahan konsentrat tertentu dapat juga bertujuan agar zat makanan dapat langsung diserap di usus tanpa terfermentasi di rumen, mengingat fermentasi rumen membutuhkan energi lebih banyak.
            Berdasarkan kandungan gizinya, konsentrat dibagi dua golongan yaitu konsentrat sebagai sumber energi dan sebagai sumber protein. .
a.  Konsentrat sebagai sumber protein apabila kandungan protein lebih dari 18%, Total Digestible Nutrision (TDN) 60%. Ada konsentrat yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Berasal dari hewan mengandung protein lebih dari 47%. Mineral Ca lebih dari 1% dan P lebih dari 1,5% serta kandungan serat kasar dibawah 2,5%. Contohnya : tepung ikan, tepung susu, tepung daging, tepung darah, tepung bulu dan tepung cacing. Berasal dari tumbuhan, kandungan proteinnya dibawah 47%, mineral Ca dibawah 1% dan P dibawah 1,5% serat kasar lebih dari 2,5%. Contohnya : tepung kedelai, tepung biji kapuk, tepung bunga matahari, bungkil wijen, bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit dll.
b.  Konsentrat sebagai sumber energi apabila kandungan protein dibawah 18%, TDN 60% dan serat kasarnya lebih dari 10%. Contohnya : dedak, jagung, empok, polar dll.
            Konsentrat yang baik apabila terdiri dari bermacam macam bahan pakan supaya mendapatkan asam amino yang lengkap. Untuk pembuatan konsentrat harus diperhatikan bahan pakan yang digunakan sebagai penyusun ransum, baik dalam cara penyediaan maupun kandungan gizinya. Perlu diperhatikan pada pemberian jagung  harus diimbangi dengan pemberian bahan yang berasal  dari kedelai, pada pemberian bahan  yang berasal dari kedelai sebaiknya dimasak terlebih dahulu,karena kedelai mengandung zat anti tripsin yang rusak bila kena panas. Konsentrat  pada Kambing dan Domba diberikan sesuai dengan tipenya. Kambing dan Domba perah yang berproduksi  tinggi yang kadar lemak yang diinginkan tinggi maka membutuhkan protein tertinggi. Sedangkan protein sangat sedikit dibutuhkan pada Kambing dan Domba yang sedang masa kering. Program perhitungan pakan pada Kambing dan Domba biasanya dihitung berdasarkan bahan kering.
2.      Kombinasi Pakan Untuk Peternak Sapi Perah
Low level Roughages + Complete Feed
Pemberian pakan dengan level hijauan rendah ditambah dengan complete feed untuk sapi perah merupakan salah satu langkah untuk mengantisipasi kekurangan serat kasar (SK) dalam pakan. Sapi perah dalam produksi susunya memerluhkan SK dalam jumlah yang cukup. SK yang didapat dari hijauan yang jumlahnya sedikit dapat ditambah dengan SK yang sudah terdapat pada complete feed.

Complete feed (CF) adalah pakan siap pakai untuk ternak ruminansia yang mengandung zat-zat makanan ternak secara lengkap (bahan kering, abu, protein, serat kasar dan energi) yang susunan gizinya (nutrisinya) maupun komposisinya diformulasikan seimbang, lengkap dan mencukupi kebutuhan ternak. Nutrisi lengkap untuk ternak ruminansia terdiri atas protein, lemak, serat kasar, energi, mineral, dan bahan organik. Dengan introduksi complete feed, maka usahatani ternak tidak lagi sepenuhnya bergantung pada pakan hijauan, karena unsur serat kasar yang umumnya terdapat dalam hijauan sudah cukup tersedia dalam pakan complete feed.
Keuntungan pemberian pakan komplit yaitu peternak lebih bisa mengontrol program pemberian pakan, menghemat tenaga dan keseluruhan biaya produksi. Semua hijauan, biji-bijian, suplemen protein, mineral dan vitamin telah dicampur menjadi satu dan ternak akan mengonsumsi semuanya karena tidak bisa memilih bahan pakan yang disukai. Nutrien pakan komplit telah disesuaikan menurut periode produksi, fisiologis ternak dan produksi yang ingin dicapai sehingga tidak berlebih maupun tidak kurang. Pemberian pakan komplit lebih praktis saat diaplikasikan pada ternak ruminansia karena sudah mengandung hijauan dan konsentrat, sehingga tidak perlu ada interval waktu pemberian konsentrat dan hijauan. Kelemahan pakan komplit yaitu lebih rumit dalam penyiapannya, ternak harus dikelompokkan berdasarkan produksinya (terutama untuk ternak perah) karena kebutuhan nutriennya berbeda-beda, diperlukan peralatan yang memiliki kapabilitas untuk mencampur seluruh komponen pakan secara akurat.

            Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan komplit dapat meningkatkan performans ternak. Pemberian pakan komplit dengan kandungan protein kasar 13,87%, BETN 39,65% dan serat kasar 31,22% dapat meningkatkan rata-rata produksi susu sapi, yaitu dari 10,5 liter per hari menjadi 11,87 liter per hari.

Reaksi Pencoklatan Enzim Polifenol Oksidase pada Sayuran dan Buah-buahan

Bahan pangan sayur dan buah dapat mudah mengalami pencoklatan jika bahan pangan tersebut terkelupas atau dipotong. Pencoklatan (browning)  merupakan proses pembentukan pigmen berwarna kuning yang akan segera berubah menjadi coklat gelap (Rahmawati 2008). Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase. Kedua enzim ini dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenol menjadi quinon dan kemudian dipolimerasi menjadi pigmen melaniadin yang berwarna coklat (Mardiah 1996). Bahan pangan tertentu, seperti pada sayur dan buah, senyawa fenol dan kelompok enzim oksidase tersebut tersedia secara alami. Oleh karena itu pencoklatan yang terjadi disebut juga reaksi pencoklatan enzimatis.
Enzim polifenol oksidase memiliki kode Enzym Commision (EC) 1.14.18.1,  nama trivial monophenol monooxygenase dan nama IUPAC monophenol, L-dopa:oxygen oxidoreductase. Selain itu, enzim ini juga memiliki nama lain, yaitu tyrosinase, phenolase, monophenol oxidase, cresolase, catechol oxidase, polyphenolase, pyrocatechol oxidase, dopa oxidase, chlorogenic oxidase, catecholase, monophenolase,o-diphenol oxidase, chlorogenic acid oxidase, diphenol oxidase, o-diphenolase, tyrosine-dopa oxidase,o-diphenol:oxygen oxidoreductase, polyaromatic oxidase, monophenol monooxidase, o-diphenol oxidoreductase, monophenol dihydroxyphenylalanine:oxygen oxidoreductase, N-acetyl-6-hydroxytryptophan oxidase, monophenol, dihydroxy-L-phenylalanine oxygen oxidoreductase, o-diphenol:O2 oxidoreductase, dan phenol oxidase (NC-IUBMB 2010). Enzim polifenol oksidase dihasilkan dari reaksi antara L-tyrosine, L-dopa, dan O2 menjadi L-dopa, dopaquinone, dan H2O.
Pencoklatan enzimatis dapat terjadi karena adanya jaringan tanaman yang terluka, misalnya pemotongan, penyikatan, dan perlakuan lain yang dapat mengakibatkan kerusakan integritas jaringan tanaman (Cheng & Crisosto 1995). Adanya kerusakan jaringan seringkali mengakibatkan enzim kontak dengan substrat. Enzim yang bertanggung jawab dalam reaksi pencoklatan enzimatis adalah oksidase yang disebut fenolase, fenoloksidase, tirosinase, polifenolase, atau katekolase. Dalam tanaman, enzim ini lebih sering dikenal dengan polifenol oksidase (PPO). Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya asam amino tirosin dan komponen polifenolik seperti katekin, asam kafeat, pirokatekol/katekol dan asam klorogenat . Tirosin yang merupakan monofenol, pertama kali dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin dan kemudian dioksidasi menjadi quinon yang akan membentuk warna coklat.
Pencoklatan enzimatis dalam pangan biasanya dianggap merugikan karena menurunkan penerimaan sensori pangan oleh masyarakat walaupun pencoklatan enzimatis tidak terlalu mempengaruhi rasa dari bahan pangan tersebut. Reaksi pencoklatan enzimatis membutuhkan tiga komponen, yaitu polifenolase aktif, oksigen dan subtrat yang cocok. Penghilangan salah satu di antara komponen tersebut akan melindungi terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis. Selain itu, senyawa pereduksi mampu mengubah o-quinon kembali kepada komponen fenolik sehingga mengurangi pencoklatan. Berdasarkan hal tersebut di atas, terdapat beberapa metode untuk mengontrol pencoklatan enzimatis dalam pangan yaitu (Padmadisastra et al. 2003):
1.        Pengurangan oksigen (O2) atau penggunaan antioksidan, misalnya vitamin C ataupun senyawa sulfit. Antioksidan dapat mencegah oksidasi komponen-komponen fenolat menjadi quinon berwarna gelap. Sulfit dapat menghambat enzim fenolase pada konsentrasi satu ppm secara langsung atau mereduksi hasil oksidasi quinon menjadi bentuk fenolat sebelumnya, sedangkan penggunaan vitamin C dapat mereduksi kembali quinon berwarna hasil oksidasi (o-quinon) menjadi senyawa fenolat (o-difenol) tak berwarna. Asam askorbat selanjutnya dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Ketika vitamin C habis, komponen berwarna akan terbentuk sebagai hasil reaksi polimerisasi dan menjadi produk antara yang irreversibel. Jadi produk berwama hanya akan terjadi jika vitamin C yang ada habis dioksidasi dan quinon terpolimerisasi.
2.        Mengkontrol reaksi browning enzimatis dengan menambahkan enzim mometiltransferase sebagai penginduksi.
3.         Mengurangi komponen-komponen yang bereaksi browning melalui deaktivasi enzim fenolase yang mengandung komponen Cu (suatu kofaktor esensial yang terikat pada enzim PPO). Chelating agent EDTA atau garamnya dapat digunakan untuk melepaskan komponen Cu dari enzim sehingga enzim menjadi inaktif.
4.        Cara ini merupakan cara yang paling mudah untuk diaplikasikan yaitu dengan pemanasan untuk menginaktivasi enzim-enzim. Enzim umumnya bereaksi optimum pada suhu 30-40 ºC. Pada suhu 45 ºC enzim mulai terdenaturasi dan pada suhu 60 ºC mengalami dekomposisi.
5.        Pengkondisian keasaman, misalnya dengan penambahan asam sitrat. Pada pH dibawah lima, enzim-enzim fenolase dihambat aktivitasnya
Adanya bahan pangan yang telah mengalami pengontrolan pencoklatan enzimatis dapat terminimalisir dari pembentukan warna coklat yang berlebihan dan terjadi secara cepat pada bahan pangan yang mengalami kerusakan jaringan. Hal ini dapat berdampak pada penerimaan sensori dan cita rasa bahan pangan tersebut, baik di kalangan industri maupun masyarakat.
Referensi
Cheng GW, Crisosto CG. 2005. Browning potential, phenolic composition, and polyphenoloxidase activity of buffer extracts of peach and nectarine skin tissue. J. Amer. Soc. Horts. Sct. 120 (5):835-838.
Mardiah E. 1996. Penentuan aktivitas dan inhibisi enzim polifenol oksidase dari apel (Pyrus malus Linn.).Jurnal Kimia Andalas 2: 2.
Padmadisastra Y, Sidik, Ajizah S. 2003. Formulasi sediaan cair gel Lidah Buaya (Aloe vera Linn.) sebagai minuman kesehatan. Bandung: Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Rahmawati F. 2008. Pengaruh vitamin C terhadap aktivitas polifenol oksidase buah Apel merah (Pyrus malus) secara in vitro [skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

ADDITIVE, ANTIBIOTIK, PROBIOTIK

ADDITIVE

Additive adalah susunan bahan atau kombinasi bahan tertentu yang sengaja ditambahkan ke dalam ransum pakan ternak untuk menaikkan nilai gizi pakan guna memenuhi kebutuhan khusus atau imbuhan yang umum digunakan dalam meramu  pakan ternak.  Murwani et al., (2002) menyatakan bahwa additive adalah bahan pakan tambahan yang diberikan pada ternak dengan tujuan untuk meningkatkan produktifitas ternak maupun kualitas produksi.  Sedangkan menurut Murtidjo (1993), additive adalah imbuhan yang umum digunakan dalam meramu pakan ternak.  Penambahan bahan biasanya hanya dalam jumlah yang sedikit, misalnya additive bahan konsentrat, additive bahan suplemen dan additive bahan premix. Macam-macam additive antara lain antibiotika, hormon, arsenikal, sulfaktan, dan transquilizer.
Feed additive  merupakan bahan makanan pelengkap yang dipakai sebagai sumber penyedia vitamin-vitamin, mineral-mineral dan atau juga antibiotika (Anggorodi, 1985).  Fungsi feed additive adalah untuk menambah vitamin-vitamin, mineral dan antibiotika dalam ransum, menjaga dan mempertahankan kesehatan tubuh terhadap serangan penyakit dan pengaruh stress, merangsang pertumbuhan badan (pertumbuhan daging menjadi baik) dan menambah nafsu makan, meningkatkan produksi daging maupun telur.
Berbagai macam feed additive yang bersifat non nutritive menurut Wahyu (1997) antara lain: (1) Makanan tambahan pelengkap untuk memperbaiki tekstur dan kekuatan pakan pellet; (2) Flavoring agent yaitu zat pemberi bau enak yang dipergunakan untuk meningkatkan palatabilitas pakan; (3) enzim-enzim yang memperbaiki daya cerna di bawah kondisi tertentu; (4) Antibiotika, senyawa-senyawa arsen dan nitrofurans dipergunakan pada tingkat rendah untuk melindungi pakan dari serangan perusakan oleh mikroorganisme dan mencegah timbulnya keracunan yang disebabkan oleh mikroflora dalam usus; (5) Antibiotika yang mempunyai spektrum luas (broad spectrum) dan daya absorpsi yang baik ditambahkan ke dalam pakan untuk memerangi penyakit khusus; (6) Senyawa-senyawa kimia tertentu dipergunakan untuk meningkatkan daya penyembuhan dari antibiotika terhadap penyakit; (7) Obat-obat pencegah cacing dalam saluran pencernaan; (8) Antioksidan untuk mencegah kerusakan asam-asam lemak yang tidak jenuh dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak karena proses peroksidasi; (9) sumber-sumber karotenoid ditambahkan dalam pakan untuk memperbaiki pigmentasi dari broiler dan kuning telur dan (10) Hormon-hormon yang digunakan untuk memperbaiki metabolisme ayam.
Ransum ayam broiler dan ayam petelur disusun sedemikian rupa sehingga mengandung konsentrasi zat-zat makanan maksimum yang dapat diperoleh dengan harga layak untuk pertumbuhan, produksi dan efisiensi penggunaan ransum maksimum. Untuk menjamin zat-zat makanan tersebut ditelan, dicerna, dilindungi dari kerusakan, diserap dan diangkut dari sel-sel tubuh, maka pelengkap makanan tak bergizi tertentu atau yang disebut additive dimasukkan ke dalam ransum sebagai tambahan sampai terjadi suatu konsentrasi optimum dan keseimbangan zat-zat makanan (Rasyaf, 1994).

ANTIBIOTIK

Antibiotik adalah kelompok zat kimia yang dapat dibuat secara sintetik ataupun diturunkan dari organisme hidup, yang memiliki khasiat mematikan (bakteriosid) atau menghambat pertumbuhan kuman (bakteriostatik). Hartadi (1991) menyatakan bahwa antibiotik adalah suatu obat yang disintesa oleh suatu organisme mikro dan mempunyai kemampuan (dalam konsentrasi sesuai) untuk menghambat pertumbuhan dari organisme mikro yang lain.  Anggorodi (1980) menyatakan bahwa tujuan utama dari pemberian antibiotika pada ransum adalah agar dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen (bakteri penyebab penyakit), mencegah kerusakan makanan dalam usus oleh bakteri dan mencegah timbulnya racun oleh kerja bakteri (amonia).  Efek lebih lanjut dari pemberian antibiotika adalah kondisi kesehatan ternak akan lebih baik, sehingga metabolisme zat gizi pakan akan meningkat. Pengaruh terhadap tingkat produksi yaitu memperbaiki konversi ransum sehingga penggunaan pakan lebih efisien.
Rasyaf (1992) menyatakan bahwa antibiotik merupakan hasil produksi mikroorganisme yang digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya, diantaranya: (1) Bacitracin, digunakan dalam campuran ransum atau melalui air minum.  Antibiotika ini digunakan untuk mencegah penyakit selama cekaman dan untuk necritik enteritis; (2) Chlortetracycline dapat digunakan sebagai campuran di dalam ransum atau melalui air minum, antibiotika ini jangan digunakan pada unggas pedaging bibit, kadangkala antibiotika ini dapat pula untuk Coccidiosis; (3) Penicillin, antibiotika ini digunakan dalam air minum dan juga melalui suntikan, campuran vitamin + mineral untuk mencegah cekaman; (4) Tylosin, digunakan dalam campuran ransum dan air minum untuk mengobati penyakit pernapasan pada unggas pedaging di masa awal; dan (5) Lincomycin, antibiotika yang digunakan dalam campuran ransum dan dalam air minum.
Penggunaan antibiotik atau antimikrobial sebagai bahan aditif dalam pakan ternak telah berlangsung lebih dari 40 tahun.  Senyawa antibiotik tersebut digunakan sebagai growth promotor dalam jumlah yang relatif kecil namun dapat meningkatkan efisiensi pakan (feed efficiency) dan reproduksi ternak sehingga dengan penggunaan bahan aditif tersebut peternak dapat memperoleh keuntungan lebih. Namun, akhir-akhir ini penggunaan senyawa antibiotik mengalami penurunan dan bahkan di beberapa negara telah melarang penggunaan antibiotik sebagai bahan aditif dalam pakan ternak.
Antibiotik digunakan untuk melawan infeksi dengan cara pencegahan atau pengobatan. Anggorodi (1985) menyatakan bahwa antibiotik telah terbukti sangat berguna dalam memberantas penyakit-penyakit tertentu.  Penelitian menunjukkan bahwa aureomisin (kholtetrasiklin), basitrasin, zink basitrasin, penisillin, oleandomisin, dan virgimisin, dicampurkan dalam ransum berguna sekali untuk merangsang pertumbuhan anak-anak hewan.






PROBIOTIK

Probiotik tergolong dalam makanan fungsional, di mana bahan makanan ini mengandung komponen-komponen yang dapat meningkatkan kesehatan ternak dengan cara memanipulasi komposisi bakteri yang ada dalam saluran pencernaan ternak. Probiotik merupakan mikro-organisme yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan ternak tanpa mengakibatkan terjadinya proses penyerapan komponen probiotik dalam tubuh ternak, sehingga tidak terdapat residu dan tidak terjadinya mutasi pada ternak.
Probiotik berarti mikroorganisme yang berguna, dan apabila konteksnya dalam pangan adalah makanan atau minuman yang berisi mikroorganisme-mikroorganisme yang diharapkan begitu masuk dalam tubuh akan dapat berguna dan bermanfaat meningkatkan kesehatan tubuh (Samadi, 2007).
Istilah probiotik pertama sekali diperkenalkan oleh Perker (1974) menggambarkan tentang keseimbangan mikro-organisme dalam saluran pencernaan.  Pada saat ternak mengalami stres, keseimbangan mikro-organisme dalam saluran pencernaan terganggu, mengakibatkan sistem pertahanan tubuh menurun dan bakteri-bakteri pathogen berkembang dengan cepat. Pemberian probiotik dapat menjaga keseimbangan komposisi mikro-organisme dalam sistem pencernaan ternak.
Sebagian besar probiotik yang digunakan sebagai aditif adalah tergolong bakteri termasuk dalam species Lactobacillus (L acidophilus, L lactis, L plantarum) dan Bifidobacterium (B bifidum, B thermophilum), di samping itu terdapat juga bakteri Streptococcus lactis dan jenis fungi seperti Aspergilus niger, Aspergilus oryzue. Manfaat probiotik sebagai bahan aditif ditunjukkan dengan meningkatnya ketersediaan lemak dan protein bagi ternak, di samping itu probiotik juga meningkatkan kandungan vitamin B kompleks melalui fermentasi makanan (Daud, 2005). Probiotik juga dapat meningkatkan kekebalan (immunity), mencegah alergi makanan dan kanker (colon cancer). Hasil penelitian menunjukkan insiden kanker lambung pada ternak yang diberikan probiotik (Lactobacillus GG) berpengaruh nyata terhadap ternak yang tidak diberikan probiotik.  Di mana ternak yang diteliti terlebih dahulu diinjeksi dengan dimethylhydrazine (penyebab kanker).
Di samping bakteri, fungsi juga digunakan sebagai probiotik. Saccharomyces cerevisiea dan Aspergillus oryzae merupakan jenis fungi yang banyak digunakan dalam pakan ternak. Saccharomyces cerevisiea mempunyai karakteristik khusus dalam pakan ternak karena kemampuannya memproduksi asam glutamat yang dapat meningkatkan palatability dari pakan tersebut.  
Di samping probiotik, saat ini banyak dikembangkan berbagai jenis bahan aditif yang berasal dari produk mikro-organisme seperti enzim (proteinase, amilase, selulase, xylanase, pectinase, dan lain sebagainya) yang diberikan kepada ternak (Butt, 1999).  Di berbagai negara akhir-akhir ini penelitian yang berkaitan dengan salah satu mikro-organisme yang memproduksi enzim phytase sedang gencar-gencarnya dilakukan. Enzim phytase sangat bermanfaat karena kemampuan enzim tersebut mengubah fosfor yang terdapat pada biji-bijian dalam bentuk tidak tersedia menjadi bentuk tersedia dan dapat diserap oleh ternak.
DAFTAR PUSTAKA


Anggorodi, R. 1980. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Jakarta.

Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia. Jakarta.

Butt, H. 1999. Exploring management protocols for cronic fatique syndrome : a case for pro and prebiotics. Probiot 8 : 2-6.

Daud, M. 2005. Performan Ayam Pedaging yang Diberi Prebiotik dan Probiotik dalam Ransum. J. Ilmu Ternak. 5 (2) : 75-79.

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A. Tillman. 1991. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Murtidjo, B. A. 1993. Beternak Kambing. Kanisius. Yogyakarta.

Murwani, R., C. I. Sutrisno, Endang K., Tristiarti dan Fajar W. Kimia dan Toksiologi Pakan. 2002. Diktat Kuliah Kimia dan Toksiologi Pakan. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang.

Rasyaf, M. 1992. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Rasyaf, M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Samadi. 2007. Staf pengajar Fakultas Pertanian Prodi Peternakan Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh. www.ppi-goettingen.de/mimbar/kliping/probiotik.html


Wahyu, J. 1997. llmu Nutrisi Ternak Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 

Sekilas tentang Kolom Kromatografi

Pemilihan Column Chromatography
Hal ini didasarkan karena dalam pelaksanannya penelitian ini mengimmobilisasi komponen aktif whey yaitu Laktoperoxidase (LPO) dan Laktoferin (LF). Immobilisasi merupakan langkah untuk meningkatkan efisiensi penggunaan cation exchange. Penggunaan cation exchange yaitu resin merupakan salah satu langkah untuk mengimobilisasi laktoperoksidase agar dapat digunakan berulang kali.
Resin merupakan zat polimer alami ataupun sintetik yang salah satu fungsinya adalah dapat mengikat kation dan anion tertentu. Resin terdiri dari 2 macam yaitu resin kation yang bersifat negatif dan resin anion yang bersifat positif. Laktoperoksidase memiliki pI 9,6 sedangkan Laktoferin memiliki pI 9,2 sehingga cenderung bersifat positif, sehingga resin yang tepat untuk digunakan menangkap laktoperoksidase ini adalah resin kation.
Immobilisasi secara sederhana dapat dilakukan dengan menempatkan cation exchange resin kedalam kolom dan mengalirkan sumber laktoperoksidase dan laktoferin melalui kolom tersebut. Kolom ini nantinya akan diisi dengan resin yang akan mengikat mengikat molekul laktoperoksidase sehingga didapatkan protein murni laktoperoksidase dan laktoferin. Kolom ini terbuat dari kaca dengan diameter 2 cm. Kolom ini akan diisi dengan resin. Resin yang digunakan yaitu ada 3 jenis yaitu Seharose Fast Flow (SP-FF), Sepharose Big Beads (SP-BB), dan Activated CNBr Sepharose (SP-CNBr).

Imobilisasi Komponen Aktif Whey
Imobilisasi merupakan sebuah bagian dari perkembangan bioteknologi yang memacu perkembangan rekayasa enzim. Imobilisasi merupakan suatu metode untuk mengatasi penggunaan enzim secara konvensional kurang menguntungkan dan efisien karena setiap pemakaian ataupun analisis harus menggunakan enzim yang baru. Imobilisasi akan menggunakan matriks yang akan mengikat enzim yang diinginkan sehingga dapat digunakan berulang kali. Pengujian aktivitas enzim yang terimobilisasi terhadap pemakaian berulang bertujuan untuk mengetahui stabilitas enzim tersebut (Sebayang, 2006).
Imobilisasi memberikan manfaat bagi enzim yaitu dapat ditingkatkan aktivitasnya dalam suhu yang tinggi. Immobilisasi komponen di dalam whey seperti laktoperoksidase dapat dilakukan dengan Ion Exchange Chromatography (IEC). IEC ini dapat mempertahankan stabilitas enzim sehingga tahan lama sehingga imobilisasi enzim dengan cara IEC dapat dilakukan secara praktis. Enzim yang didapat, dapat dengan mudah dipisahkan dengan dari produk sehingga dapat digunakan kembali. Teknik imobilisasi lebih efisien untuk memproduksi suatu zat dengan menggunakan enzim (Al-Baarri et al., 2012).
Cara immobilisasi yaitu filtrate whey dengan volume tertentu kemudian dialisis dengan 10mM sodium phosphate buffer (PB) (pH 6,8) selama satu malam. Hasil dari cairan whey tersebut dilewatkan  pada kolom yang berisi resin. Filtrat whey disirkulasikan melalui kolom dengan menngunakan sebuah tabung umpan balik dan pompa peristaltik. Whey yang dialirkan dan disirkulasi pada laju aliran 1 ml/menit Setelah pengeringan whey, resin dicuci dengan 50 ml dari 10 mM  PB (pH 7) yang mengadung 0,1 M NaCl. Untuk perlakuan kontrol cairan whey yang telah dialisis disirkulasikan juga pada kolom dengan laju aliran 1 ml/menit. Setelah pengeringan whey, resin kemudian dicuci dengan 50 ml dari 10 mM PB (pH 7) yang mengandung 0,4 mM NaCl untuk laktoperoksidase dan 1 mM untuk laktoferin. Hasil tersebut kemudian dikumpulkan (5 ml per tabung) dan dibaca pada absorban 280 mn. Penghilangan pada koefisien 280 mn dari 1,5 mg cm 2 m-1digunakan untuk memperkiran konsentrasi LPO di larutan. Kemurnian LPO dan LF ditentukan dengan sodium dodecyl sulphate–polyacrylamide gel electrophoresis (SDS–PAGE) (Al-Baarri, 2010).

Kesulitan Pelaksanaan
Kesulitan dalam pelaksanaannya yaitu dalam penggadaan resin yang harus diimpor dari luar negeri. Pengambilan sampel susu yang akan dibuat menjadi whey membutuhakan penanganan khusus yaitu pengambilan langsung dari sapi perah dan langsung didinginkan. Pengolahan menjadi whey juga harus homogen agar LPO dan LF yang akan dihasilkan dapat sesuai dari sampel yang didapat. Banyak peralatan yang membutuhkan ketelitian tinggi seperti mikropipet, makrocup, mikrocup dll. Selain itu refrigerator dibutuhkan dalam pelaksanaannya, serta freezer untuk mengawetkan LPO dan LF. Laboratorium yang steril juga dibutuhkan di sini. Inti dari semuanya yaitu alat dan bahan yang digunakan harus sesuai, agar data yang diperoleh dapat sesuai yang sebenarnya.

Referensi
Al-Baarri, A. N., Ogawa, M. & Hayakawa, S. 2010. Scale-up studies on immobilization of lactoperoxidase using milk whey for producing antimicrobial agent. Journal of the Indonesian Tropical Animal Agriculture. 35: 185–191.

Al-Baarri A.N.,  M. Ogawa, T. Visalsok, S. Hayakawa. 2012. Lactoperoxidase immobilized onto various beads for producing natural preservatives solution. J. Aplikasi Teknologi Pangan. 1(1):4-6.

Sebayang, F. 2006. Imobilisasi Enzim Papain dari Getah Pepaya dengan Alginat J. Komunikasi                   Penelitian 18 (2) : 34-38.

Aplikasi Protein Pada Whey

Protein whey saat ini telah digunakan secara luas dalam produk pangan. Padahal, pada awalnya komponen ini hanya dianggap sebagai by products dalam industri susu. Namun, berkat penelitian yang sangat intensif, akhirnya sifat fungsional dari whey dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu aneka produk pangan.
Whey merupakan fraksi protein yang dipisahkan dari kasein pada proses pembuatan keju melalui proses koagulasi. Komponen ini banyak mengandung vitamin dan mineral yang berasal dari susu. Tidak hanya itu, whey juga mengandung asam amino esensial dan branched chain amino acids (BCAA). Ada beberapa industri yang mengisolasi komponen-komponen tersebut, yang kemudian ditambahkan untuk “memperkaya” whey untuk tujuan khusus (Geiser, - ).
Geiser (-) mengungkapkan bahwa ada beberapa jenis protein whey yang saat ini ditemui di pasaran. Di antaranya adalah whey powder, whey protein concentrate (WPC), dan whey protein isolate (WPI).
Whey powder diperoleh dengan memanfaatkan hasil pemisahan dalam proses pembuatan keju secara langsung. Whey dipisahkan dari lemak, dipasteurisasi, kemudian langsung dikeringkan sehingga diperoleh whey dalam bentuk bubuk. Seringkali, whey powder dikurangi, sehingga menghasilkan demineralized whey.
Whey protein concentrate diproses menggunakan teknologi ultrafiltrasi untuk menyaring dan memekatkan whey hasil pemisahan dari kasein. Dalam proses tersebut, molekul-molekul berukuran besar seperti laktosa dan abu akan tereleminasi. Akibatnya, akan diperoleh konsentrasi protein yang lebih tinggi, yakni antara 25-89%, tapi umumnya adalah 80%. Ada beberapa jenis WPC yang digolongkan berdasarkan kandungan proteinnya. Misalnya WPC34 yang artinya kandungan protein berkisar 34%, WPC50 kandungan proteinnya sekitar 50%, dan WPC80 yang kandungan proteinnya berkisar 80%.
Whey protein isolate merupakan whey dengan kandungan protein paling tinggi, yakni hingga 90% atau bahkan lebih. Proses yang digunakan biasanya melibatkan teknologi mikro filtrasi dan ion exchange. Sehingga akan lebih banyak komponen non protein yang tereleminasi.
Pada Tabel 1 ditunjukkan kandungan dan perbedaan dari masing-masing jenis whey tersebut,

Aplikasi whey protein
Whey protein banyak digunakan dalam produk pangan, seperti pangan atau minuman untuk olahraga, snack, produk olahan daging, formula makanan bayi, bakery, dan lainnya. Di Indonesia sendiri penggunaan whey cukup terbatas, karena masih banyaknya pandangan whey merupakan limbah. Sebagian besar whey digunakan oleh perusahaan besar saja seperti susu bubuk, manisan, permen, biskuit bayi, atau es krim. Salah satu bahan yang kerap digunakan oleh produsen makanan atau minuman ialah whey.
Jenis whey yang digunakan didasarkan pada tujuan yang dicapai. Misalnya untuk pangan atau minuman olahraga, protein whey dipilih karena memiliki BCAA, leusin, isoleusin, dan valin yang tinggi. BCAA sangat penting bagi sel otot dalam menjaga glikogen, bentuk lain dari glukosa yang terbentuk pada saat tubuh berolahraga. Permasalahannya adalah, penambahan protein whey pada minuman RTD (ready to drink) seringkali menimbulkan kekeruhan. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memainkan pH dan mengeleminasi protein teragregasi dengan sentrifugasi.
Sementara itu, Keaton (1999) dalam publikasinya yang diterbitkan oleh US Dairy Export Council menyebutkan bahwa protein whey juga sering digunakan untuk mensubtitusi protein daging pada produk daging olahan. Penambahan protein whey tersebut dapat memperbaiki stabilitas emulsi, flavor, tekstur, dan juga menghemat biaya produksi.
Whey juga digunakan untuk produk snack dengan tujuan sebagai flavor carrier/agent, peningkat flavor, memodifikasi tekstur, dan meningkatkan nilai gizi. Tidak hanya itu, protein whey juga sering ditambahkan pada seasoning snack. Contohnya pada seasoning berbasis keju. Tujuannya adalah untuk membantu proses emulsifikasi dan pengeringan (selama spray drying) (Johnson, 2000).
Tidak hanya itu, penambahan whey juga banyak dilakukan pada produk pangan lain. Karena dari segi gizi, penggunaan protein whey juga mampu memperbaiki mutu organoleptik produk. Jenis whey yang dipilih, tergantung pada karakter dan sifat fungsional yang diharapkan. Sebuah penelitian tentang aktivitas antioksidan dari supernatan dari whey kedelai yang difermentasi dengan menggunakan bakteri asam laktat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa whey kedelai, semakin lama waktu inkubasi, akan semakin tinggi sifat antioksidannya. Hal ini menunjukkan bahwa antioksidan yang terdapat di dalam whey kedelai bisa dimanfaatkan oleh tubuh selain antioksidan yang berasal dari buah maupun sayuran.
Komponen penting yang terdapat di dalam whey :
β-laktoglobulin
β-lactoglobulin terdapat sekitar 50% dari kandungan whey total. Protein ini memiliki banyak gugus yang mengikat mineral, vitamin larut lemak, dan bertindak sebagai protein transpor untuk senyawa lipofilik seperti tokoferol dan vitamin A. Modifikasi β-laktoglobulin menghasilkan produk yang memiliki aktivitas antivirus yang kuat
α-lactalbumin
α-lactalbumin terkandung sekitar 25% dari kandungan protein whey total. Protein ini memiliki profil asam amino yang sangat baik, yang kaya akan lisin, leusin, treonin, triptofan dan sistin. Fungsi biologis utama dikenal dari α-lactalbumin adalah untuk memodulasi sintesis laktosa dalam kelenjar susu. Penambahan protein ini adalah sangat dianjurkan dalam susu formula bayi dan produk pangan lainnya. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa α-lactalbumin efektif sebagai agen anti-kanker.
Imunoglobulin
merupakan kelompok protein kompleks yang berkontribusi secara signifikan terhadap kandungan protein serta mempunyai fungsi imunologi yang sangat penting. Senyawa ini dapat memberikan perlindungan dari beberapa penyakit pada bayi dan memiliki peran dalam upaya pengendalian penyakit pada orang dewasa. Whey protein konsentrat dapat digunakan sebagai suplemen susu bubuk karena mengandung antibodi yang cukup untuk membunuh E. coli.
Bovine serum albumin
Bovine serum albumin (BSA) memiliki profil asam amino esensial yang komplek. BSA dapat mengikat asam lemak bebas, dan jenis lemak. BSA sangat penting dalam mempertahankan fungsi lemak. Hal ini menjadi sangat penting terutama jika dikaitkan dengan proses oksidasi lemak. Dalam beberapa penelitian dilaporkan bahwa BSA mengurangi resiko kemungkinan seseorang mengidap berbagai penyakit, seperti diabetes dan kehilangan daya tahan tubuh.
Laktoferin
Laktoferin adalah protein yang dapat mengikat besi dan memiliki kemampuan sebagai agen antimikroba. Sistem kerja antimikrobanya adalah dengan cara mengikat zat besi dalam mikroorganisme. Keunggulan laktoferin lainnya yaitu membantu penyebaran besi dalam darah, antijamur, antivirus, dan antikanker, mengikat racun, meningkatkan efek imunomodulasi, mempercepat penyembuhan luka, dan anti-inflamasi.
Laktoperoksidase
Laktoperoksidase telah dikenal sebagai agen antimikroba alami dalam susu, air liur dan air mata. Sistem laktoperoksidase telah terbukti baik sebagai bakterisida dan bakteriostatik terhadap berbagai jenis mikroorganisme, dan tidak memiliki efek negatif. Dalam studi klinis di bidang kedokteran gigi, laktoperoksidase terbukti mengurangi akumulasi plak, gingivitis, dan karies dini.
Glycomacropeptide
Glycomacropeptide (GMP) merupakan bagian dari glikosilasi caseinomacropeptide (CMP), banyak terdapat dalam whey manis yang terbentuk setelah koagulasi protein oleh rennin. Sifat-sifat biologis dan fisiologis yang telah dikaitkan dengan peranan GMP meliputi: penurunan sekresi lambung, gigi penghambatan karies dan plak gigi, mendorong pertumbuhan Bifidobacteria, kontrol phenylketunoria, dan dapat menekan nafsu makan.
  
Referensi
Geiser, Marjorie.-. The Wonders of Whey Protein. NSCA’s Performance Training Journal.
Johnson. 2000. US Whey Products in Snacks and Seasoning. US Dairy Export Council USA.

Keaton, Jimmy. 1999. Whey Protein and Lactose Products in Processed Meats. US Dairy                                                    Export Council USA.

Rumus TDN, Kecernaan Pakan, Kecernaan Semu, dan Kecernaan Sejati

Formula (Rumus) dari TDN
TDN digunakan untuk mengukur energi ternak ternak ruminansia. Jumlah TDN suatu bahan pakan sama dengan jumlah nutrien organik yang dapat dicerna (protein, lemak, SK, dan BETN). Nilai lemak dikalikan 2.25 karena energi lemak 2,25 lebih besar dari nilai energi protein maupun karbohidrat.
Rumus Perhitungan TDN :
TDN                = Prdd + 2,25 Ldd + KHdd
TDN                = Prdd + 2,25 Ldd + SKdd + BETNdd
Keterangan :
Prdd                = Protein dapat dicerna
Ldd                 = Lemak dapat dicerna
KHdd              = Karbohidrat dapat dicerna
SKdd              = Serat Kasar dapat dicerna

BETNdd         = BETN dapat dicerna

Kecernaan Pakan dan Koefisien Kecernaan Pakan?
·         Kecernaan pakan merupakan proporsi nutrisi (satuan berat) dalam pakan yang diserap oleh saluran pencernaan.·         
      Koefisien Kecernaan Pakan
Ekspresi kecernaan dalam persen
Nutrien Digestibility (100%) = 
Metode Konvensional Menentukan Kecernaan Pakan?
Metode :
1.      Preliminary Period
Ternak diadaptasikan selma 7-10 hari untuk ruminansia dan 4-6 hari untuk unggas sehingga sisa pakan sebelumnya hilang, lajupakan akan seragam dan ternak terbiasa dengan pakan uji.
2.      Collection Period
Feses yang ditampung berasal dari pakan uji, penampungan dilakukan 2x1 minggu berurutan. Alokasi waktu keseluruhan adalah :
·         Hari 1-4 persiapan
·         Hari 15-21 preminary
·         Hari 22-28 koleksi feses I
·         Hari 29-35 koleksi feses II
3.      Preparing Test Sample
·         Feses per individu ditimbang setiap hari dan bungkus dengan polythelene, feses disimpan dalam freezer -16 sampai -20°C
·         Cegah penguapan N dengan presevator campuran HCl dan alkohol
·         Sampel kering diletakan pada suhu kamar selama 3-4 hari dalam keadaan tutup rapat
Perhitungan Kecernaan
Metode Menentukan Kecernaan Pakan Secara Internal dan Eksternal?
·         Kecernaan Pakan Secara Internal
Indikator internal digunakan untuk ternak ruminansia. Misalnya Lignin yang tidak dapat dicerna digunakan sebagai pengukur.
·         Kecernaan Pakan Secara Eksternal
Dapat digunakan untuk ternak ruminansia maupun non ruminansia. Indikator yang digunakan dengan Cr2O3 sebagai penanda
Beda antara Kecernaan Semu dan Kecernaan Sejati
·         Kecernaan Semu : Pengukuran kecernaan yang tidak menyertakan faktor-faktor endogen
Kecernaan Sejati : Pengukuran kecernaan yang menyertakan faktor-faktor endogen endogen. Misal kecernaan protein, feses mengandung protein dari pakan dan endogen. Ternak akan diberikan pakan yang tidak mengandung protein kemudian sekresi N akan dihitung.