Friday, September 14, 2012

LAKTOPEROKSIDASE (ENZIM SUSU)

LPO adalah enzim yang tersedia dalam jumlah banyak di dalam susu (kandungannya sekitar 30 mg/l susu) (Kussendrager and Hooijdonk, 2000). Cara kerja enzim ini adalah unik, tidak sebagaimana enzim lainnya di dalam susu. LPO mengkatalisa reaksi antara hydrogen peroxide (H2O2) dan thiocyanate (SCN) yang secara natural terdapat dalam susu menjadi senyawa yang dinamakan hiphothiocyanite (OSCN) (Barrett et al., 1999, Kussendrager and Hooijdonk, 2000, Seifu et al., 2007).  Proses katalisis yang dilakukan oleh LPO dalam rangka memproduksi OSCN dinamakan laktoperoksidase system (LPOS). Senyawa OSCN ini adalah senyawa yang bertanggung jawab untuk membunuh bakteri, fungi, dan virus dengan merusak gugus sulfhidril (gugus S-H) dari membran sel, yang mengakibatkan pada kerusakan vital membran sel yang pada akhirnya akan membawa pada kematian sel (Al-Baarri et al., 2011b, Borch et al., 1989).
LPO di dalam susu hanya mampu bertahan selama 0.5–1 jam, dan  selanjutnya LPO akan terdegradasi yang berakibat pada kehilangan aktivitasnya (Al-Baarri et al., 2011c). Saat LPO hilang aktivitasnya, substrat H2O2 dan SCN akan tersisa di dalam susu. Sisa substrat inilah yang nantinya akan dimanfaatkan melalui metode membran laktoperoksidase. Setelah substrat ini melewati membran laktoperoksidase, maka akan terkonversi menjadi OSCNsebagai anti bakteri. Metode ini dinilai sebagai metode yang praktis, mudah dan aman karena tidak meninggalkan senyawa yang berbahaya bagi tubuh.
Secara alamiah, susu mempunyai zat yang berfungsi untuk mencegah berkembangbiaknya bakteri pathogen, diantaranya adalah nisin, laktoferin, dan lactoperoksidase (Seifu et al., 2004, Legowo et al., 2009). Ketiga zat ini adalah sejenis enzim yang berfungsi untuk mempertahankan susu dari serangan bakteri. Namun oleh karena jumlahnya yang terbatas, enzim-enzim ini tidak mampu terus menerus mempertahankan kualitas susu dari serangan bakteri yang berasal dari luar maupun yang berasal dari perkembangan endogenous bakteri. Diantara ketiga enzim yang berfungsi mempertahankan kualitas susu ini, enzim lactoperoxidase (LPO) sangat berperan untuk membunuh bakteri (Al-Baarri et al., 2011a, Seifu et al., 2005, Asaah, 2007, Legowo et al., 2011).
LPO adalah enzim yang tersedia dalam jumlah banyak di dalam susu (kandungannya sekitar 30 mg/l susu) (Kussendrager and Hooijdonk, 2000). LPO mempunyai berat molekul sebesar 78 kDa dan tersusun dari 612 jenis asam amino (Seifu et al., 2004, Østdal et al., 2000, Shakeel-ur et al., 2002). Gambaran lebih detail mengenai LPO ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data fisik-kimia yang dimiliki oleh enzim LPO (Al-Baarri et al., 2011a, Kussendrager and Hooijdonk, 2000, Wolfson and Sumner, 1993)
Komponen/karakteristik
Data
Berat molekul
78431 Da
Jumlah asam amino
612
Kandungan karbohidrat
10 %
Kandungan struktur besi
0,07 %
Prosthetic group
Haem protoporphyrin IX
Iso-electric point
9,6
Absorptivity e412 nm
112,3 mM-1 cm-1
Absorptivity 280 nm
14,9–15,0
Kinetic Inhibition
0,3~3,3 mM

http://wiki-images.enotes.com/d/dd/Lactoperoxidase_2R5L.png 
 Sumber gambar : http://www.enotes.com/topic/Lactoperoxidase
LPO telah terbukti dapat membunuh semua bakteri pathogen di dalam susu (Seifu et al., 2005), fungi (Al-Baarri et al., 2011c, Seifu et al., 2007) bahkan virus (Yener et al., 2009). LPO adalah jenis enzim yang sangat stabil dan mempunyai daya tahan yang kuat terhadap berbagai kondisi yang ekstrim seperti pemanasan dan pendinginan daripada enzim lainnya di dalam susu (Boots and Floris, 2006). Oleh karena itu, keberadaan enzim ini sangat menentukan masa simpan susu.
Cara kerja enzim ini adalah unik, tidak sebagaimana enzim lainnya di dalam susu. LPO mengkatalisa reaksi antara hydrogen peroxide (H2O2) dan thiocyanate (SCN) yang secara natural terdapat dalam susu menjadi senyawa yang dinamakan hiphothiocyanite (OSCN) (Barrett et al., 1999, Kussendrager and Hooijdonk, 2000, Seifu et al., 2007).  Proses katalisis yang dilakukan oleh LPO dalam rangka memproduksi OSCN dinamakan laktoperoksidase system (LPOS). Senyawa OSCN ini adalah senyawa yang bertanggung jawab untuk membunuh bakteri, fungi, dan virus dengan merusak gugus sulfhidril (gugus S-H) dari membran sel, yang mengakibatkan pada kerusakan vital membran sel yang pada akhirnya akan membawa pada kematian sel (Al-Baarri et al., 2011b, Borch et al., 1989).
          2SCNˉ + HO + 2H+                   >        (SCN) + 2HO
            (SCN)  +  HO                         >        HOSCN + SCNˉ
            HOSCN                                   <>            H+ + OSCN

Figur 1. Mekanisme yang terjadi pada LPOS dengan menggunakan substrat H2O2 dan SCN hingga menghasilkan OSCN sebagai zat pembunuh bakteri.

LPO di dalam susu mampu bertahan selama 10-12 jam dalam suhu kamar, dan  selanjutnya LPO akan terdegradasi yang berakibat pada kehilangan aktivitasnya (Al-Baarri et al., 2011c). Walaupun LPO mampu bertahan selama itu, namun substrat H2O2 dan SCN akan habis dalam waktu tidak lebih dari 3 jam. Didalam susu, terkandung endogenous H2O2 sekitar 100 µM (Wolfson and Sumner, 1993) dan SCN 400 µM (Kussendrager and Hooijdonk, 2000). H2O2 dalam susu terjadi diantaranya karena adanya proses pagositosis  dari polymorphonuclear leucocytes (Wit and Hooydonk, 1996)SCN tersedia secara natural di dalam susu dan berbagai jaringan sekresi tubuh mamalia (Reiter and Harnulv, 1984). Kedua substrat ini di dalam susu akan terdegradasi menjadi OSCN dalam waktu tiga jam. Oleh karena itu, selama tiga jam pertama, perkembangan bakteri yang ada di dalam susu dapat ditekan. Seiring dengan habisnya substrat H2O2 dan SCN maka tidak ada lagi kandungan OSCN dalam susu (Seifu et al., 2005, Al-Baarri et al., 2010). Hal inilah yang mengakibatkan perkembangan bakteri secara signifikan meningkat setelah lebih dari 3 jam pada suhu kamar.
Susu segar dari ternak yang sehat, mengandung total bakteri kurang dari 1000 CFU/ml (Jay, 2000) dan tergolong aman dikonsumsi serta memenuhi persyaratan angka kuman (atau total bakteri) pada Industri Pengolahan Susu (IPS) (Munir, 2010). Total bakteri ini akan tetap terjaga peningkatannya selama tiga jam pertama setelah pemerahan pada level dibawah 102 CFU/ml. Selanjutnya akan meningkat dua kali lipat dalam waktu tidak lebih dari satu jam.  Oleh karena itu, sering kali dijumpai susu yang mengandung total bakteri sebanyak 106 CFU/ml pada jam ke 5 penyimpanan pada suhu kamar. Jika susu yang mengandung bakteri sejumlah ini dikonsumsi, maka akan menimbulkan efek keracunan seperti demam, kepala pusing, diare dan muntah-muntah (Buckle, 1987, Legowo et al., 2009).
Peningkatan total bakteri pada susu yang telah diaktifkan LPOS-nya, dapat ditekan dengan baik. Setelah pengaktifan LPOS, kandungan total bakteri pada susu yang disimpan pada suhu kamar selama 6 jam, dapat ditekan hingga menjadi 103 CFU/ml. Total bakteri akan mencapai 106 CFU/ml pada 12 jam penyimpanan pada suhu kamar (Asaah, 2007, Seifu et al., 2004). Oleh karena itu, FAO menyarankan penggunaan LPOS untuk menambah daya tahan susu segar di negara-negara yang mengalami kesulitan dalam hal pengangkutan dalam kontainer dingin. LPOS tergolong metode pengawetan yang aman sehingga organisasi pangan lainnya seperti FSANZ, juga mendeklarasikan bahwa LPOS adalah metode preservasi yang aman (FAO, 2005, FSANZ, 2002).
Membran LPO adalah membran yang didalamnnya terdapat senyawa immobilisasi, yaitu SP-Sepharose Big Beads untuk mengikat LPO. Membran ini diharapkan dapat memberikan sumber LPO dan akan mengkonversi SCN dan H2O2 menjadi OSCN sebagai antibakteri. Setelah susu melewati membran LPO ini, maka susu akan kaya OSCN dan mampu untuk menekan angka kuman.

Pustaka
Al-Baarri, A. N., Hayashi, M., Ogawa, M. & Hayakawa, S. 2011a. Effects of mono- and di-saccharides on the antimicrobial activity of bovine lactoperoxidase system. Journal of Food Protection, 74, 134–139.
Al-Baarri, A. N., Legowo, A. M., Ogawa, M. & Hayakawa, S. 2011b. Application of an immobilized lactoperoxidase to contiuous hypothiocyanite production. Journal of Food Science (submitted).
Al-Baarri, A. N., Ogawa, M. & Hayakawa, S. 2010. Scale-up studies on immobilization of lactoperoxidase using milk whey for producing antimicrobial agent. Journal of the Indonesian Tropical Animal Agriculture, 35, 185–191.
Al-Baarri, A. N., Ogawa, M. & Hayakawa, S. 2011c. Application of lactoperoxidase system using bovine whey and the effect of storage condition on lactoperoxidase activity. International Journal of Dairy Science, 6, 72–78.
Asaah, N. O., F. Fonteh, P. Kamga, S. Mendi, H. Imele. 2007. Activation of the lactoperoxidase system as a method of preserving raw milk in areas without cooling facilities. African J. Food Agr. Nutr. Develop., 7, 1-15.
Barrett, N. E., Grandison, A. S. & Lewis, M. J. 1999. Contribution of the lactoperoxidase system to keeping quality of pasteurized milk. Journal of Dairy Research, 66, 73-80.
Boots, J.-W. & Floris, R. 2006. Lactoperoxidase: from catalytic mechanism to practical applications. International Dairy Journal, 16, 1272-1276.
Borch, E., Wallentin, C., Rosén, M. & Björck, L. 1989. Antibacterial effect of the lactoperoxidase/thiocyanate/hydrogen peroxide system against strains of Campylobacter isolated from poultry. Journal of Food Protection, 52, 638–641.
Buckle, K. A. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
FAO. 2005. Benefits and potential risks of the lactoperoxidase system of raw milk preservation. Report of an FAO/WHO technical meeting. FAO/WHO, Rome, Italy. 28th November – 2nd December 2005.
FSANZ. 2002. Application A404 lactoperoxidase system. Food Standards Australia New Zealand Final Assesment Report. 18 December 2002.
Jay, I. M. 2000. Taxonomy, Role, and Significance of Microorganisms in Food. Modern Food Microbiology. Aspen Publishers, Gaithersburg MD.
Kussendrager, K. D. & Hooijdonk, A. C. M. v. 2000. Lactoperoxidase: physico-chemical properties, occurence mechanism of action and application. British Journal of Nutrition, 84, S19-S25.
Legowo, A. M., Al-Baarri, A. N., Ogawa, M. & Hayakawa, S. 2011. The Performance Inhibition of Ketohexoses and Aldohexoses in Lactoperoxidase Activity Assay. Proceedings of the International Conference of Indonesian Society Lactic Acid Bacteria (In Press).
Legowo, A. M., Kusrahayu & Mulyani, S. 2009. Ilmu dan Teknologi Susu. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Munir, A. M. 2010. Nestlé Indonesia Inc., Unpublished Data.
Østdal, H., Bjerrum, M. J., Pedersen, J. A. & Andersen, H. J. 2000. Lactoperoxidase-induced protein oxidation in milk. J. Agric. Food Chem., 48, 3939 - 3944.
Reiter, B. & Harnulv, B. G. 1984. Lactoperoxidase antibacterial system: natural occurrence, biological functions and practical applications. Journal of Food Protection, 47, 724–732.
Seifu, E., Buys, E. M. & Donkin, E. F. 2005. Significance of the lactoperoxidase system in the dairy industry and its potential applications: a review. Trends in Food Science & Technology, 16, 137-154.
Seifu, E., Buys, E. M. & Donkin, E. F. 2007. Potential of Lactoperoxidase to diagnose subclinical mastitis in goats. Small Ruminant Research, 69, 154-158.
Seifu, E., Buys, E. M., Donkin, E. F. & Petzer, I.-M. 2004. Antibacterial activity of the lactoperoxidase system against food-borne pathogens in Saanen and South African Indigenous goat milk. Food Control, 15, 447–452.
Shakeel-ur, R., Farkye, N. Y. & Hubert, R. 2002. Enzymes indigenous to milk - lactoperoxidase. Encyclopedia of Dairy Sciences. Oxford: Elsevier., 938–941.
Wit, J. N. d. & Hooydonk, A. C. M. v. 1996. Structure, functions, and application of lactoperoxidase in natural antimicrobial system. Netherland Milk and Dairy Journal, 50.
Wolfson, L. M. & Sumner, S. S. 1993. Antibacterial activity of the lactoperoxidase system: A Review Journal of Food Protection, 56, 887-892.
Yener, F. Y. G., Korel, F. & Yemenicioğlu, A. 2009. Antimicrobial activity of lactoperoxidase system incorporated into cross-linked alginate films. Journal of Food Science, 74, M73-M79.