LPO adalah enzim yang tersedia
dalam jumlah banyak di dalam susu (kandungannya sekitar 30 mg/l susu) (Kussendrager
and Hooijdonk, 2000). Cara kerja enzim ini adalah unik, tidak
sebagaimana enzim lainnya di dalam susu. LPO mengkatalisa reaksi antara hydrogen peroxide (H2O2) dan thiocyanate
(SCN–) yang
secara natural terdapat dalam susu menjadi senyawa yang dinamakan
hiphothiocyanite (OSCN–) (Barrett et
al., 1999, Kussendrager and Hooijdonk, 2000, Seifu et al., 2007).
Proses katalisis yang dilakukan oleh LPO dalam rangka memproduksi OSCN– dinamakan laktoperoksidase system (LPOS).
Senyawa OSCN– ini adalah
senyawa yang bertanggung jawab untuk membunuh bakteri, fungi, dan virus dengan
merusak gugus sulfhidril (gugus S-H) dari membran sel, yang mengakibatkan pada
kerusakan vital membran sel yang pada akhirnya akan membawa pada kematian sel (Al-Baarri et
al., 2011b, Borch et al., 1989).
LPO di dalam susu hanya mampu
bertahan selama 0.5–1 jam, dan selanjutnya
LPO akan terdegradasi yang berakibat pada kehilangan aktivitasnya (Al-Baarri et
al., 2011c). Saat LPO hilang aktivitasnya, substrat H2O2 dan SCN– akan tersisa di dalam susu. Sisa substrat
inilah yang nantinya akan dimanfaatkan melalui metode membran laktoperoksidase.
Setelah substrat ini melewati membran laktoperoksidase, maka akan terkonversi
menjadi OSCN– sebagai anti bakteri. Metode ini dinilai sebagai
metode yang praktis, mudah dan aman karena tidak meninggalkan senyawa yang
berbahaya bagi tubuh.
Secara alamiah, susu mempunyai
zat yang berfungsi untuk mencegah berkembangbiaknya bakteri pathogen,
diantaranya adalah nisin, laktoferin, dan lactoperoksidase (Seifu et al.,
2004, Legowo et al., 2009). Ketiga zat ini adalah sejenis enzim yang
berfungsi untuk mempertahankan susu dari serangan bakteri. Namun oleh karena
jumlahnya yang terbatas, enzim-enzim ini tidak mampu terus menerus
mempertahankan kualitas susu dari serangan bakteri yang berasal dari luar
maupun yang berasal dari perkembangan endogenous bakteri. Diantara ketiga enzim
yang berfungsi mempertahankan kualitas susu ini, enzim lactoperoxidase (LPO)
sangat berperan untuk membunuh bakteri (Al-Baarri et
al., 2011a, Seifu et al., 2005, Asaah, 2007, Legowo et al., 2011).
LPO adalah enzim yang tersedia
dalam jumlah banyak di dalam susu (kandungannya sekitar 30 mg/l susu) (Kussendrager
and Hooijdonk, 2000). LPO mempunyai berat molekul sebesar 78 kDa
dan tersusun dari 612 jenis asam amino (Seifu et al.,
2004, Østdal et al., 2000, Shakeel-ur et al., 2002). Gambaran lebih detail mengenai LPO ini
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data fisik-kimia
yang dimiliki oleh enzim LPO (Al-Baarri et al., 2011a, Kussendrager and Hooijdonk,
2000, Wolfson and Sumner, 1993)
Komponen/karakteristik
|
Data
|
Berat molekul
|
78431 Da
|
Jumlah asam amino
|
612
|
Kandungan karbohidrat
|
10 %
|
Kandungan struktur besi
|
0,07 %
|
Prosthetic group
|
Haem protoporphyrin IX
|
Iso-electric point
|
9,6
|
Absorptivity e412 nm
|
112,3 mM-1 cm-1
|
Absorptivity 280 nm
|
14,9–15,0
|
Kinetic Inhibition
|
0,3~3,3 mM
|
Sumber gambar : http://www.enotes.com/topic/Lactoperoxidase
LPO telah terbukti dapat membunuh
semua bakteri pathogen di dalam susu (Seifu et al., 2005), fungi (Al-Baarri et
al., 2011c, Seifu et al., 2007) bahkan virus (Yener et al., 2009). LPO adalah jenis enzim yang sangat stabil
dan mempunyai daya tahan yang kuat terhadap berbagai kondisi yang ekstrim
seperti pemanasan dan pendinginan daripada enzim lainnya di dalam susu (Boots and
Floris, 2006). Oleh karena itu, keberadaan enzim ini
sangat menentukan masa simpan susu.
Cara kerja enzim ini adalah unik,
tidak sebagaimana enzim lainnya di dalam susu. LPO mengkatalisa reaksi antara hydrogen peroxide (H2O2) dan thiocyanate
(SCN–) yang
secara natural terdapat dalam susu menjadi senyawa yang dinamakan
hiphothiocyanite (OSCN–) (Barrett et
al., 1999, Kussendrager and Hooijdonk, 2000, Seifu et al., 2007).
Proses katalisis yang dilakukan oleh LPO dalam rangka memproduksi OSCN– dinamakan laktoperoksidase system (LPOS).
Senyawa OSCN– ini adalah
senyawa yang bertanggung jawab untuk membunuh bakteri, fungi, dan virus dengan
merusak gugus sulfhidril (gugus S-H) dari membran sel, yang mengakibatkan pada
kerusakan vital membran sel yang pada akhirnya akan membawa pada kematian sel (Al-Baarri et
al., 2011b, Borch et al., 1989).
2SCNˉ + H₂O₂ + 2H+ > (SCN)₂ + 2H₂O
(SCN)₂ +
H₂O > HOSCN + SCNˉ
HOSCN <> H+ + OSCN
Figur 1. Mekanisme yang terjadi pada LPOS
dengan menggunakan substrat H2O2 dan SCN– hingga menghasilkan OSCN– sebagai zat pembunuh bakteri.
LPO di dalam susu mampu bertahan
selama 10-12 jam dalam suhu kamar, dan
selanjutnya LPO akan terdegradasi yang berakibat pada kehilangan
aktivitasnya (Al-Baarri et
al., 2011c). Walaupun LPO mampu bertahan selama itu,
namun substrat H2O2 dan SCN– akan habis dalam waktu tidak lebih dari 3
jam. Didalam susu, terkandung endogenous H2O2 sekitar 100 µM (Wolfson and
Sumner, 1993) dan SCN– 400 µM (Kussendrager
and Hooijdonk, 2000). H2O2 dalam susu terjadi diantaranya karena adanya
proses pagositosis dari
polymorphonuclear leucocytes (Wit and
Hooydonk, 1996). SCN– tersedia secara natural di dalam susu dan
berbagai jaringan sekresi tubuh mamalia (Reiter and
Harnulv, 1984). Kedua substrat ini di dalam susu akan
terdegradasi menjadi OSCN– dalam waktu
tiga jam. Oleh karena itu, selama tiga jam pertama, perkembangan bakteri yang
ada di dalam susu dapat ditekan. Seiring dengan habisnya substrat H2O2 dan SCN– maka tidak ada lagi kandungan OSCN– dalam susu (Seifu et al.,
2005, Al-Baarri et al., 2010). Hal inilah yang mengakibatkan perkembangan
bakteri secara signifikan meningkat setelah lebih dari 3 jam pada suhu kamar.
Susu segar dari ternak yang
sehat, mengandung total bakteri kurang dari 1000 CFU/ml (Jay, 2000) dan tergolong aman dikonsumsi serta memenuhi
persyaratan angka kuman (atau total bakteri) pada Industri Pengolahan Susu
(IPS) (Munir, 2010). Total bakteri ini akan tetap terjaga
peningkatannya selama tiga jam pertama setelah pemerahan pada level dibawah 102
CFU/ml. Selanjutnya akan meningkat dua kali lipat dalam waktu tidak lebih
dari satu jam. Oleh karena itu, sering
kali dijumpai susu yang mengandung total bakteri sebanyak 106 CFU/ml
pada jam ke 5 penyimpanan pada suhu kamar. Jika susu yang mengandung bakteri
sejumlah ini dikonsumsi, maka akan menimbulkan efek keracunan seperti demam,
kepala pusing, diare dan muntah-muntah (Buckle, 1987,
Legowo et al., 2009).
Peningkatan total bakteri pada
susu yang telah diaktifkan LPOS-nya, dapat ditekan dengan baik. Setelah
pengaktifan LPOS, kandungan total bakteri pada susu yang disimpan pada suhu
kamar selama 6 jam, dapat ditekan hingga menjadi 103 CFU/ml. Total
bakteri akan mencapai 106 CFU/ml pada 12 jam penyimpanan pada suhu
kamar (Asaah, 2007,
Seifu et al., 2004). Oleh karena itu, FAO menyarankan penggunaan
LPOS untuk menambah daya tahan susu segar di negara-negara yang mengalami
kesulitan dalam hal pengangkutan dalam kontainer dingin. LPOS tergolong metode
pengawetan yang aman sehingga organisasi pangan lainnya seperti FSANZ, juga
mendeklarasikan bahwa LPOS adalah metode preservasi yang aman (FAO, 2005,
FSANZ, 2002).
Membran LPO adalah membran yang
didalamnnya terdapat senyawa immobilisasi, yaitu SP-Sepharose Big Beads untuk
mengikat LPO. Membran ini diharapkan dapat memberikan sumber LPO dan akan
mengkonversi SCN dan H2O2 menjadi OSCN sebagai antibakteri. Setelah susu
melewati membran LPO ini, maka susu akan kaya OSCN dan mampu untuk menekan
angka kuman.
Pustaka
Al-Baarri, A. N., Hayashi, M.,
Ogawa, M. & Hayakawa, S. 2011a. Effects of mono- and di-saccharides on the
antimicrobial activity of bovine lactoperoxidase system. Journal of Food Protection, 74,
134–139.
Al-Baarri, A. N., Legowo, A. M., Ogawa, M. & Hayakawa, S. 2011b.
Application of an immobilized lactoperoxidase to contiuous hypothiocyanite
production. Journal of Food Science
(submitted).
Al-Baarri, A. N., Ogawa, M. & Hayakawa, S. 2010. Scale-up studies on
immobilization of lactoperoxidase using milk whey for producing antimicrobial
agent. Journal of the Indonesian Tropical
Animal Agriculture, 35, 185–191.
Al-Baarri, A. N., Ogawa, M. & Hayakawa, S. 2011c. Application of
lactoperoxidase system using bovine whey and the effect of storage condition on
lactoperoxidase activity. International
Journal of Dairy Science, 6,
72–78.
Asaah, N. O., F. Fonteh, P. Kamga, S. Mendi, H. Imele. 2007. Activation of
the lactoperoxidase system as a method of preserving raw milk in areas without
cooling facilities. African J. Food Agr.
Nutr. Develop., 7, 1-15.
Barrett, N. E., Grandison, A. S. & Lewis, M. J. 1999. Contribution of
the lactoperoxidase system to keeping quality of pasteurized milk. Journal of Dairy Research, 66, 73-80.
Boots, J.-W. & Floris, R. 2006. Lactoperoxidase: from catalytic
mechanism to practical applications. International
Dairy Journal, 16, 1272-1276.
Borch, E., Wallentin, C., Rosén, M. & Björck, L. 1989. Antibacterial
effect of the lactoperoxidase/thiocyanate/hydrogen peroxide system against
strains of Campylobacter isolated from poultry. Journal of Food Protection, 52,
638–641.
Buckle, K. A. 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
FAO. 2005. Benefits and potential risks of the lactoperoxidase system of
raw milk preservation. Report of an FAO/WHO technical meeting. FAO/WHO, Rome,
Italy. 28th November – 2nd December 2005.
FSANZ. 2002. Application A404 lactoperoxidase system. Food Standards
Australia New Zealand Final Assesment Report. 18 December 2002.
Jay, I. M. 2000. Taxonomy, Role, and Significance of Microorganisms in
Food. Modern Food Microbiology. Aspen
Publishers, Gaithersburg MD.
Kussendrager, K. D. & Hooijdonk, A. C. M. v. 2000. Lactoperoxidase:
physico-chemical properties, occurence mechanism of action and application. British Journal of Nutrition, 84, S19-S25.
Legowo, A. M., Al-Baarri, A. N., Ogawa, M. & Hayakawa, S. 2011. The
Performance Inhibition of Ketohexoses and Aldohexoses in Lactoperoxidase
Activity Assay. Proceedings of the
International Conference of Indonesian Society Lactic Acid Bacteria (In Press).
Legowo, A. M., Kusrahayu & Mulyani, S. 2009. Ilmu dan Teknologi Susu. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Munir, A. M. 2010. Nestlé Indonesia Inc., Unpublished Data.
Østdal, H., Bjerrum, M. J., Pedersen, J. A. & Andersen, H. J. 2000.
Lactoperoxidase-induced protein oxidation in milk. J. Agric. Food Chem., 48,
3939 - 3944.
Reiter, B. & Harnulv, B. G. 1984. Lactoperoxidase antibacterial
system: natural occurrence, biological functions and practical applications. Journal of Food Protection, 47, 724–732.
Seifu, E., Buys, E. M. & Donkin, E. F. 2005. Significance of the
lactoperoxidase system in the dairy industry and its potential applications: a
review. Trends in Food Science &
Technology, 16, 137-154.
Seifu, E., Buys, E. M. & Donkin, E. F. 2007. Potential of
Lactoperoxidase to diagnose subclinical mastitis in goats. Small Ruminant Research, 69,
154-158.
Seifu, E., Buys, E. M., Donkin, E. F. & Petzer, I.-M. 2004.
Antibacterial activity of the lactoperoxidase system against food-borne
pathogens in Saanen and South African Indigenous goat milk. Food Control, 15, 447–452.
Shakeel-ur, R., Farkye, N. Y. & Hubert, R. 2002. Enzymes indigenous to
milk - lactoperoxidase. Encyclopedia of
Dairy Sciences. Oxford: Elsevier.,
938–941.
Wit, J. N. d. & Hooydonk, A. C. M. v. 1996. Structure, functions, and
application of lactoperoxidase in natural antimicrobial system. Netherland Milk and Dairy Journal, 50.
Wolfson, L. M. & Sumner, S. S. 1993. Antibacterial activity of the
lactoperoxidase system: A Review Journal
of Food Protection, 56, 887-892.
Yener, F. Y. G., Korel, F. & Yemenicioğlu, A. 2009. Antimicrobial
activity of lactoperoxidase system incorporated into cross-linked alginate
films. Journal of Food Science, 74, M73-M79.