Sunday, February 27, 2011

PERANAN PETERNAKAN MASA KINI

Oleh karena paradigma baru pembangunan peternakan tidak lagi menempatkan peternak hanya sebagai objek, tetapi sekaligus sebagai subjek pembangunan yang berperan sebagai pelaku ekonomi penting. Sehingga ke depan diharapkan dapat mencapai visi pembangunan peternakan, yaitu “Terciptanya peternakan modern, tangguh dan efisien berbasis sumber daya lokal dalam mewujudkan masyarakat yang sehat dan produktif”.
Disadari atau tidak, sub sektor peternakan memiliki peranan penting dalam kehidupan dan pembangunan sumberdaya manusia Indonesia. Peranan ini dapat dilihat dari fungsi produk peternakan sebagai penyedia protein hewani yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia. Oleh karenanya tidak mengherankan bila produk-produk peternakan disebut sebagai bahan ”pembangun” dalam kehidupan ini. Selain itu, secara hipotetis, peningkatan kesejahteraan masyarakat akan diikuti dengan peningkatan konsumsi produk-produk peternakan, yang dengan demikian maka turut menggerakan perekonomian pada sub sektor peternakan.
Namun demikian, kenyataannya menunjukkan bahwa konsumsi produk peternakan masyarakat Indonesia masih rendah. Padahal bahwa abad ini merupakan abad pertarungan talenta, yaitu abad yang penuh dengan persaingan dan pertarungan ketat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang membutuhkan talenta kuat. Untuk memenangkan pertarungan ini maka dibutuhkan manusia-manusia cerdas dan kuat. Hal ini bisa penuhi dengan konsumsi protein hewani yang memadai.Rata-rata konsumsi protein hewani baru 4,19 gram/kapita/hari. Menurut Direktorat Jendral Peternakan (2006), rata-rata konsumsi pangan hewani daging, susu dan telur masyarakat Indonesia adalah 4,1; 1,8 dan 0,3 gram/kapita/hari. Angka konsumsi ini masih rendah bila dibandingkan dengan standar minimal konsumsi protein hewani yang ditetapkan oleh FAO, yaitu 6 gram/kapita/hari atau setara dengan konsumsi 10,3 kg daging/kapita/tahun, 6,5 gram telur/kapita/tahun dan 7,2 kg susu/kapita/tahun.
Beranjak dari fakta di atas maka pemerintah menetapkan program yang akan “mendongkrak” produksi dan konsumsi produk peternakan yang dalam hal ini daging (sapi). Program yang selanjutnya dikenal dengan program swasembada daging (sapi) merupakan program unggulan pemerintah sebagai tindak lanjut dari program Revitaslisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (2005) yang dicanangkan pada pertengahan 2005. Target waktu yang hendak dicapai adalah tahun 2010 Indonesia telah mencukupi kebutuhan akan daging sapi sendiri. Waktu yang tersisa 2 (dua) tahun ini tentu saja membutuhkan kerja ekstra keras untuk mencapainya
Dorong Peran Serta Peternak
Dampak pertumbuhan peternakan terhadap peternak skala kecil bergantung pada peran serta mereka di pedesaan dalam pasar peternakan yang bernilai tinggi (high-value commodity). Upaya mendorong peran serta peternak berskala kecil tersebut membutuhkan infrastruktur pasar, peningkatan kemampuan teknis peternak, instrumen manajemen risiko dan tindakan kolektif melalui berbagai organisasi produsen.
Sementara itu permintaan produk peternakan primer dan olahan yang bernilai tinggi naik dengan pesat didorong oleh pendapatan yang meningkat, liberalisasi perdagangan yang semakin intensif, investasi asing (foreign direct investment) dan kemajuan teknologi. Perkembangan-perkembangan ini memperluas kesempatan pasar yang penting untuk mempercepat pertumbuhan peternakan, pengolahan dan jasa peternakan, perluasan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan di pedesaan. Pasar baru tersebut menuntut kualitas, pasokan yang tepat waktu dan skala ekonomis tinggi.
Tak hanya itu, peningkatan nilai tambah produk bernilai tinggi juga membutuhkan sistem pemasaran yang berfungsi baik sehingga dapat mengurangi biaya pemasaran dan ketidakpastian pasokan, memperbaiki ketahanan pangan dan lebih mendekatkan peternak dengan konsumennya. Dengan cara ini, sistem pemasaran akan menciptakan sinyal-sinyal kepada peternak mengenai peluang-peluang.
Walau demikian, revolusi peternakan tidak serta merta mengurangi kemiskinan. Sebab, bisnis ini menuntut pengelolaan secara intensif (management intensive), berisiko tinggi–baik karena penyakit maupun fluktuasi harga–serta membutuhkan investasi yang tidak sedikit.
Dalam jangka panjang tidaklah dapat dipungkiri bahwa permintaan terhadap komoditas-komoditas peternakan akan terus meningkat seiring dengan adanya pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan, perbaikan tingkat pendidikan, urbanisasi, perubahan gaya hidup (life style) dan peningkatan kesadaran akan gizi seimbang. Kondisi ini mencerminkan bahwa bisnis peternakan ke depan tetap memiliki prospek pasar yang baik dan berkelanjutan.
Peran dan prospek peternakan ke depan tetap memiliki peranan sosial dan ekonomi yang cukup signifikan walaupun dengan laju pertumbuhan kinerja yang melambat pada tahun 2010. Hal ini terjadi karena pertumbuhan perekonomian Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan akan melambat yang diakibatkan oleh adanya krisis finansial global dan tetap tingginya harga minyak dan pangan. Masalah besar yang dihadapi terkait dengan krisis pangan, energi dan keuangan global (global food, feed, fuel and financial crisis) atau yang sering disebut 4F adalah (a) laju inflasi yang meningkat, (b) daya beli masyarakat dan pada gilirannya ekonomi yang melemah akibat tingginya inflasi, (c) neraca keuangan pemerintah yang tertekan akibat semakin besarnya subsidi pada harga jual komoditas di pasar domestik, dan (e) pasar keuangan yang tertekan sehubungan dengan prospek ekonomi yang menurun dan resiko investasi yang meningkat.
Komoditas peternakan mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Hal ini didukung oleh karakteristik produk yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia. Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pasar yang potensial bagi agrobisnis peternakan. Beberapa peluang bisnis dalam mengembangkan agribisnis peternakan diantaranya adalah pertama, jumlah penduduk Indonesia yang mencapai ± 220 juta jiwa merupakan konsumen yang sangat besar, dan masih tetap bertumbuh sekitar 1,4 persen per tahun. Kedua, kondisi geografis dan sumber daya alam yang mendukung usaha dan industri peternakan. Ketiga, meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Keempat, jika pertumbuhan ekonomi berjalan dengan baik, maka akan meningkatkan pendapatan per kapita yang kemudian akan menaikkan daya beli masyarakat.
Peternakan tetap mempunyai prospek dan peluang yang baik untuk dikembangkan karena didukung oleh kondisi Indonesia yang memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) dalam komponen biaya input untuk tenaga kerja yang relatif lebih murah dibandingkan negara lain di ASEAN. Selain itu potensi dalam mengembangkan produksi jagung nasional dapat mengurangi ketergantungan impor dan menurunkan biaya produksi, sehingga mampu meningkatkan skala usaha yang optimal. Integrasi secara vertikal (vertical integration) juga sudah mulai terlaksana dengan menerapkan pola-pola kemitraan (contract farming), dimana peternak sudah banyak bergabung dengan perusahaan inti sehingga jumlah pemeliharaan peternakan juga semakin meningkat dan mampu menjaga kualitas dari hasil komoditas peternakan tersebut.
Pengembangan bisnis peternakan mempunyai tantangan yang cukup besar akibat perubahan ekonomi ke depan. Melambatnya pertumbuhan ekonomi yang berakibat pada penurunan daya beli perlu dinatisipasi. Adanya liberalisasi perdagangan dunia yang akan meminimumkan restriksi perdagangan antar negara menimbulkan persaingan ketat antar negara di pasar dalam negeri maupun pasar internasional. Salah satu cara yang tepat untuk dapat menang dalam persaingan adalah melalui peningkatan dayasaing, baik dari sisi permintaan (demand) maupun dari sisi penawaran (supply).
Dari sisi permintaan, harus disadari bahwa permintaan konsumen terhadap suatu produk semakin kompleks yang menuntut berbagai atribut atau produk yang dipersepsikan bernilai tinggi oleh konsumen (consumer’s value perception). Jika dimasa lalu konsumen hanya mengevaluasi produk berdasarkan atribut utama yaitu jenis dan harga, maka sekarang ini dan dimasa yang akan datang, konsumen sudah menuntut atribut yang lebih rinci lagi seperti atribut keamanan produk (safety attributes), atribut nutrisi (nutritional attributes), atribut nilai (value attributes), atribut pengepakan (package attributes), atribut lingkungan (ecolabel attributes) dan atribut kemanusiaan (humanistic attributes). Bahkan aspek animal welfare yang menjadi persyaratan baru. Sedangkan dari sisi penawaran, produsen dituntut untuk dapat bersaing berkaitan dengan kemampuan merespons atribut produk yang diinginkan oleh konsumen secara efisien.
Bisnis peternakan mempunyai peranan yang besar terhadap perekonomian nasional, namun tidak dapat dielakkan bahwa komoditas ini sering mengalami permasalahan-permasalahan yang menghambat pengembangannya baik secara makro maupun mikro, diantaranya pertama, kurang tersedianya bahan baku, sehingga Indonesia masih harus mengimpor yang menyebabkan biaya produksi relatif tinggi. Kedua, iklim investasi (misalnya ekonomi biaya tinggi, proses perijinan yang lama dan berbelit, kurangnya sarana dan prasarana jalan dan transportasi, tidak adanya penegakan hukum yang ketat) belum kondusif bagi para investor. Ketiga, kenaikan harga BBM yang menyebabkan meningkatnya biaya produksi hasil peternakan. Keempat, krisis finansial global mengakibatkan adanya penurunan daya beli. Kelima, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang relatif rendah. Keenam, keterbatasan modal sehingga menghambat pengembangan usaha. Ketujuh, mewabahnya penyakit yang berkembang di beberapa daerah.

No comments:

Post a Comment

Comment Me