Thursday, September 22, 2011

KETERKAITAN BIBIT DENGAN PAKAN TERHADAP KESEHATAN TERNAK

Dalam usaha peternakan tidak lepas dari tiga unsur penting yaitu bibit, pakan, dan manajemen. Proporsi masing-masing yaitu 20% untuk bibit, pakan sebanyak 30% dan manajemen sebesar 50%.
Penampakan ekspresi potensi ternak secara mendasar dipengaruhi oleh dua faktor utama yang sating terkait satu dengan yang lainnya, yakni faktor genetic dan lingkungan termasuk didalamnya manajemen pemeliharaan secara menyeluruh. Telah diketahui bahwa lingkungan dan penanganan manajemen yang memadai atau sesuai dengan kebutuhan ternak tidak akan memberikan ekpresi produksi (kualitas maupun kuantitas) yang diharapkan jika tidak  didukung dengan potensi genetic ternak yang baik. Begitu pula sebaliknya jika ternak memiliki potensi genetic yang baik tidak akan terekspresikan secara optimal bila tidak didukung oleh lingkungan dan manajemen yang maksimal. Dengan demikian kedua faktor tersebut hendaknya memperoleh perhatian yang sama seriusnya dalam pemeliharaan komoditas temak yang dilakukan.
Syarat kesehatan hewan adalah persyaratan yang harus dipenuhi bagi setiap bibit ternak yang di masukkan kedalam wilayah Indonesia untuk pencegahan dan penolakan kemungkinan masuknya penyakit hewan menular dari luarnegeri. Peraturan pemasukan bibit ternak dari luar negeri ke Indonesia di atur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No: 750/Kpts/Um/10/1982. Salah satu keputusan untuk pemasukan bibit ternak dari luar negeri ke Indonesia adalah memenuhi syarat kesehatan hewan.

Kandungan Bahan Pakan yang Dibutuhkan Untuk Kesehatan Ternak

Zat Mineral merupakan zat yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan hewan ternak sapi dan kambing, jika kekurangan zat mineral ini maka pertumbuhan dan kesehatan hewan ternak  sapi dan kambing akan terganggu.
Beberapa zat mineral mempunyai fungsi untuk proses pertumbuhan , reproduksi dan untuk memelihara kesehatan. Jumlah zat mineral yang diperlukan oleh tubuh untuk pertahanan dan pemeliharaan tubuh, tidak selamanya harus proporsional dengan jumlah mineral tersebut dalam tubuh.
Unsur mineral yang dibutuhkan oleh Ternak ( kambing dan sapi, yang terpenting untuk ternak perah ) meliputi Ca, P, Mg, K, Na, Cl, S, I, Fe, Cu, Co, Mn, dan Se. unsur-unsur yang tersebut dibutuhkan dalam pembentukan tulang, untuk menyusun protein dan lemak yang terdapat dalam jaringan otot, alat tubuh dan sel-sel darah.mineral juga diperlukan untuk menjaga keseimbangan asam-basa serta menjaga kemampuan kontraksi otot dan kepekaan syaraf.
Agar pembibitan ternak bisa berjalan baik, diperlukan nutrisi yang berkualitas dengan cara silase, yaitu sebuah tekonologi fermentasi dengan mengawetkan bahan organik salah satunya dari limbah hijauan pertanian. Dari berbagai macam cara fermentasi yang dilakukan pada limbah hijauan pertanian adalah asam laktat atau yang dikenal dengan proses ensilasi. “Proses ini menghasilkan produk silase hijauan. Seperti umumnya produk silase, maka kondisi anaerob akan menjadi kunci keberhasilan dalam mempertahankan produk dari proses kebusukan,”. Pembuatan silase ini, adalah salah satu metode pengawetan hijauan sebagai solusi dalam menanggulangi keadaan berlimpahnya hijauan. Bahan yang digunakan untuk pembuatan silase ini adalah rumput lapang dan jerami disesuaikan dengan yang tersedia di lapangan. Kemudian dicampurkan dengan molases secukupnya. Tempat yang digunakan untuk menyimpan rumput atau jerami yang telah dicampur dengan molases adalah plastik yang diikat dalam keadaan vacum agar bakteri pembusuk tidak tumbuh. “Setelah diikat plastik disimpan dengan baik kurang lebih selama tiga minggu setelah tiga minggu silase dapat diberikan kepada ternak,”. Proses pengemasan dapat dilakukan dalam drum plastik berpelat setelah sebelumnya diproses dalam silo kolam. “Pemrosesan dalam silo kolam dianggap tetap mutlak harus dilakukan apabila ingin memproduksi silase untuk disimpan dalam jangka waktu lama dan jumlah yang besar. Satu drum bisa menampung 35 kg rumput dan cukup untuk tujuh ekor ternak. Silase ini bisa bertahan hingga 20 tahun,”.
Dengan menjadikan drum plastik sebagai kemasan, lanjut Dedi, kedap udara yang merupakan proses lanjutan dari silo kolam, maka daya susut produk dapat ditekan mendekati 0% sehingga kebusukan dapat dicegah. “Drum plastik berpelat ini berfungsi sebagai silo bergerak. Silo bergerak ini dimaksudkan sebagai alat kemas kedap udara sekaligus sebagai alat transportasi silase, sehingga produk silase dapat disimpan dan kebusukan dapat dicegah,”.
Ditambahkan, pembibitan ternak yang baik akan bergantung pada nutrisi yang dikonsumsi hewan tersebut. “Jika pakan ternak bagus, bobot kambing pun akan meningkat dan kambing itu pun akan dalam kondisi sehat yang layak dikonsumsi masyarakat,” sebutnya.

Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas pembangunan peternakan mengalami pergeseran paradigma. Titik berat kepada sistem budidaya (onfarm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan komprehensif, yaitu agribisnis. Sistem agribisnis peternakan mencakup usaha peternakan mulai dari subsistem hulu (penyedia sapronak : pakan, bibit dan alat-alat), subsistem budidaya (onfarm), subsistem hilir (pengolahan dan pemasaran) dan subsistem agribisnis penunjang (lembaga jasa dan kebijakan).
Pakan merupakan salah satu komoditi dari subsistem agribisnis hulu, atau dengan kata lain penyedia sapronak untuk subsistem budidaya ternak. Pakan merupakan faktor terpenting untuk menunjang budidaya ternak karena berimbas pada peningkatan bobot badan ternak dan performa ternak yang diinginkan. Peningkatan populasi, produksi daging, susu dan telur sebagai hasil ternak sangat tergantung dari penyediaan pakan yang baik dan berkualitas. Selain itu dalam usaha peternakan biaya pakan mencapai persentasi tertinggi dalam biaya produksi yaitu mencapai 50 –70%.
Penyediaan pakan ternak di Indonesia sudah dilakukan dalam industri skala besar, khususnya untuk pakan non hijauan dan tanaman pakan. Bahkan pada sektor perunggasan industri pakan sudah terintegrasi menjadi sitem agribisnis perunggasan. Sedangkan untuk penyediaan hijauan atau tanaman pakan masih harus didapatkan dari petani hijauan atau tanaman pakan. Seiring munculnya industri pakan ternak diperlukan iklim yang kondusif agar persaingan usaha berlangsung sehat.
Distribusi atau peredaran pakan atau bahan baku pakan melalui jalur ekspor-impor di era perdagangan bebas akan lebih mudah. Indonesia harus memperhatikan hal ini karena sebagian besar bahan baku pakan ternak kita masih dipenuhi dari impor. Adanya bebas biaya tarif untuk impor harus diperhatikan karena dapat membuat produsen bahan baku pakan lokal kalah bersaing.
Era perdagangan bebas menuntut setiap negara untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi termasuk pakan, agar dapat bersaing di pasar internasional. Adanya SPS (Sanitary Phyto Sanitary) menuntut produsen pakan agar mengikuti peraturan tersebut untuk menghasilkan pakan bermutu sesuai dengan preferensi konsumen. Pakan yang diproduksi tentunya harus sesuai dengan standar SNI dan standard internasional (Codex Alimentarius Commision).
Pakan yang baik dan berkualitas harus memenuhi persyaratan mutu yang mencakup aspek keamanan pakan, aspek kesehatan ternak, aspek keamanan pangan dan aspek ekonomi. Keempat aspek tersebut penting untuk dipenuhi karena akan berpengaruh pada kesehatan ternak, penyediaan pangan hasil ternak dan keamanan konsumen dalam mengkonsumsi pangan hasil ternak, serta efisiensi biaya agar dihasilkan pakan yang bernilai ekonomis.
Perlu legislasi pakan
Sebuah legislasi atau peraturan perlu dibuat untuk menunjang penyediaan pakan yang mencakup aspek keamanan pakan, kesehatan ternak, keamanan pangan dan ekonomi. Peraturan atau kebijakan yang dibuat pemerintah juga harus memperhatikan situasi dan kondisi terkini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sosial kultural masyarakat khususnya petani dan peternak.
Peraturan tentang pakan di Indonesia sampai saat ini masih berada dan beracuan pada UU No. 6 tahun 1967 tentang peternakan dan kesehatan hewan. Walaupun pada perjalanannya hingga sekarang UU tersebut sedang mengalami revisi. Selain UU peraturan tentang pakan ternak juga terdapat dalam bentuk peraturan pemerintah sebagai Keputusan Menteri Pertanian nomor : 242/kpts/OT.210/4/2003 tentang pendaftaran dan labelisasi pakan. UU No. 6 tahun 1967 tentang peternakan dan kesehatan hewan hanya memuat tanaman pakan sebagai pakan ternak. UU ini tidak mencantumkan pakan termasuk bahan baku pakan selain tanaman pakan, imbuhan pakan (feed additive) dan bahan pelengkap lainnya sebagai pakan ternak. Pengaturan tentang industri pakan serta bagaimana pendistribusian pakan ternak sama sekali tidak tersentuh dalam UU ini. Aspek yang menyangkut keamanan pakan, kesehatan ternak, keamanan pangan dan ekonomi juga tidak termuat. Sehingga mengimplikasikan bahwa UU ini tidak relevan lagi digunakan sebagai pedoman, peraturan tentang pakan ternak pada kondisi globalisasi, perdagangan bebas, perkembangan IPTEK dan tumbuhnya industri pakan terintegrasi.
Melihat ketidakrelevanan UU No. 6 tahun 1967 yang menaungi tentang pakan ternak maka pemerintah melakukan revisi pada UU tersebut. Revisi ini sekarang sudah masuk pada tahap penyelesaian naskah akademis. Pada naskah tersebut sudah termuat bab khusus tentang pakan pada bagian ketiga yang memuat tujuh pasal, yaitu pasal 20-26. Bagian tersebut meliputi definisi pakan, jenis pengusahaan, pengadaan dan distribusi pakan, keamanan pakan, perizinan pengusahaan pakan dan peraturan-peraturan dengan instansi yang berhubungan dengan isi yang sudah hampir memuat seluruh aspek mutu pakan.
Aspek keamanan pakan dan kesehatan ternak
Keamanan pakan yang berimbas pada kesehatan ternak memang belum termuat dalam UU No. 6 tahun 1967. Tetapi pada revisinya yang masih berupa naskah akademis termaktub dalam pasal 22 yang terdiri dari dua ayat. Ayat pertama berisikan bahwa pemerintah menetapkan batas maksimum kandungan bahan pencemar fisik, kimia, biologis pada bahan baku pakan yang dapat mengganggu kesehatan dan produksi ternak serta konsumen produk ternak. Lebih jelas lagi pada ayat berikutnya diterangkan, bahwa pakan yang berasal dari organisme transgenik harus memenuhi persyaratan keamanan pakan dan keamaan hayati. Tetapi ada sedikit kerancuan pada pasal berikutnya, yaitu pada pasal 23 ayat 4 poin c. Pada pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang atau badan hukum dilarang mencampur pakan dengan antibiotika terentu sebagai feed additive. Penjelasan tentang pemakaian antibiotika ini menimbulkan interpretasi yang bermacam-macam. Karena belum dijelaskan jenis apa yang dilarang sebagai feed additive.
Aspek keamanan pakan dan kesehatan ternak sangat penting dimasukkan ke dalam peraturan, sehingga pemerintah menyepesifikasikannya dalam bentuk peraturan Keputusan Menteri Pertanian RI tentang pendaftaran dan labelisasi pakan. Pada Kepmen ini sudah mencakup hampir semua hal yang berkaitan tentang pendaftaran dan labelisasi pakan. Mulai dari mekanisme pendaftaran dan labelisasi, syarat pendaftaran dan labelisasi serta sanksi hukum bagi pelanggar prosedur pendaftaran dan labelisasi.
Tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pendaftaran dan labelisasi. Label pada pakan harus mampu menjadi alat trace back, jika sewaktu-waktu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti  timbulnya penyakit pada ternak akibat mengonsumsi pakan dan adanya pengaduan konsumen bahwa pakannya tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan. Sehingga trace ability dapat berjalan dengan baik dan kepercayaan konsumen akan kembali.
Aspek keamanan pakan dan kesehatan ternak perlu diperhatikan karena pada kondisi sekarang banyak ditemukan penyakit ternak yang ditimbulkan oleh pakan. Penyakit BSE (Bovine Spongioform Encephalopaty) misalnya adalah penyakit yang ditimbulkan akibat sapi mengonsumsi pakan berasal dari campuran tepung daging tulang (MBM), tepung ikan dan tepung darah. Sehingga penetapan standar pakan yang baik dan tidak berbahaya lagi bagi kesehatan ternak harus ditaati dan menjadi acuan penyusunan formulasi ransum ternak.

No comments:

Post a Comment

Comment Me