Techno Livestock
The other side of the world's livestock and computer
Friday, March 22, 2019
Tuesday, May 24, 2016
Identifikasi Senyawa Asam Sitrat dan Fenolik dan Kombinasi Pakan Untuk Peternak Kambing lokal dan Sapi Perah
Untuk
mengisolasi suatu senyawa kimia yang berasal dari bahan alam hayati pada
dasarnya menggunakan metode yang sangat bervariasi, seperti yang diaplikasikan
dalam proses industri. Metode metabolit pengempaaan digunakan pada senyawa
katecin daun gambir juga isolasi CPO dari buah kelapa sawit.
Metode
ini umum digunakan karena senyawa organik yang diperoleh dengan kuantitas yang
cukup banyak. Tetapi berbeda dengan senyawa bahan alam hasil proses metabolit
sekunder lainnya yang pada umumnya dengan kandungan yang relatif kecil, maka
metode-metode dan proses industri tersebut tidak dapat digunakan.
Berdasarkan
hal di atas maka metode yang umum dalam isolasi senyawa metabolit sekunder
dapat digunakan. Metode standar laboratorium dengan kuantitas sampel terbatas
dan perlunya menentukan metode yang paling sesuai dengan maksud tersebut.
Dari
identifikasi awal, maka dapat diamati kandungan senyawa dari tumbuhan sehingga
untuk isolasi dapat diarahkan pada suatu yang dominan dan salah satu usaha
mengefektifkan isolasi senyawa tertentu maka dapat dimanfaatkan pemilihan
pelarut organik yang akan digunakan pada isolasi tersebut, di mana pelarut
polar akan lebih mudah melarutkan senyawa polar dan sebaliknya senyawa non
polar lebih mudah larut dalam pelarut non polar.
Sebelum
melakukan isolasi terhadap suatu senyawa kimia yang diinginkan dalam suatu
tumbuhan maka perlu dilakukan identifikasi pendahuluan kandungan senyawa
metabolit sekunder yang ada pada masing-masing tumbuhan, sehingga dapat
diketahui kandungan senyawa yang ada secara kualitatif dan mungkin juga secara
kuantitatif golongan senyawa yang dikandung oleh tumbuhan tersebut. Untuk tujuan
tersebut maka diperlukan metode persiapan sampel dan metode identifikasi
pendahuluan senyawa metabolit sekunder sebagai berikut:
Sebanyak
4 gram sampel segar dirajang halus dan dididihkan dengan 25 ml etanol selama
lebih kurang 25 menit, disaring dalam keadaan panas, kemudian pearut diuapkan
sampai kering. Ekstrak dikocok kuat dengan kloroform lalu ditambahkan air
suling, biarkan sampai terbentuk dua lapisan, yakni lapisan kloroform dan
lapisan air. Beberapa tetes ditempatkan dalam tabung reaksi ditambahkan besi
(III) klorida, timbul warna hijau sampai ungu menandakan positif mengandung
fenolik.
Secara
umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian tumbuhan seperti
bunga, buah, daun, kulit batang dan akar menggunakan sistem maserasi menggunakan
pelarut organik polar seperti metanol.
Beberapa
metode ekstraksi senyawa organik bahan alam yang umum digunakan antara lain :
1. Maserasi
Maserasi
merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada
temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan
alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding
dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara didalam dan diluar sel sehingga
metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dengan pelarut
organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman
yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan
efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam
pelarut tersebut. Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut yang paling
banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam, karena dapat
melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder.
2. Perkolasi
Merupakan
proses melewatkan pelarut organik pada sampel sehingga pelarut akan membawa
senyawa organik bersama-sama pelarut. Tetapi efektifitas dari proses ini hanya
akan lebih besar untuk senyawa organik yang sangat mudah larut dalam pelarut
yang digunakan.
3. Solketasi
Solketasi
menggunakan soklet dengan pemanasan dan pelarut akan dapat di hemat karena
terjadinya sirkulasi pelarut yang selalu membasahi sampel. Proses ini sangat
baik untuk senyawa yang tidak terpengaruh oleh panas.
4. Destilasi
uap
Proses
destilasi lebih banyak digunakan untuk senyawa organik yang tahan pada suhu
yang cukup tinggi, yang lebih tinggi dari titik didih pelarut yang digunakan.
Pada umumnya lebih banyak digunakan untuk minyak atsiri.
5. Pengempaan
Metode
ini banyak digunakan dalam proses industri seperti pada isolasi CPO dari buah
kelapa sawit dab isolasi katecin dari daun gambir. Dimana dalam proses tidak
menggunakan pelarut.
Hasil
yang diperoleh berupa ekstrak yang mana seluruh spade senyawa bahan alam yang
terlarut dalam pelarut yang digunakan akan berada pada ekstak ini.
Penentuan
jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan kromatografi lapis tipis (KLT)
dengan menggunakan plat KLT yang sudah siap pakai. Terjadinya pemisahan
komponen – komponen pada KLT dengan Rf tertentu dapat
dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen kimia tersebut dengan
mengggunakan kolom kromatografi dan sebagai fas diam dapat digunakn silika gel
dan eluan yang digunakan berdasarkan hasil yang diperoleh dari KLT dan akan
lebih baik kalau kepolaran eluen pada kolom kromatografi sedikit dibawah
kepolaran eluen pada KLT.
Pemilihan
eluen sebaiknya dimulai dari pelarut organik yang tidak polar seperti heksana
dan peningkatan kepolaran dengan etil asetat atau pelarut yang lebih polar
lainnya masing – masing pelarut.
Selanjutnya
suatu senyawa bahan alam hasil isolasi akan diidentifikasi berdasarkan kimia,
fisika, dan identifikasi dengan spektroskopi. Dari isolasi yang menggunakan
metode standar tidak semua senyawa akan secara utuh seperti yang terdapat dalam
tumbuhan tesebut, karena sebagian senyawa ada yang terlarut dan terpecah dalam
proses isolasi dan hasil terjadi seperti putusnya ikatan glikosida membentuk
aglikon dan gula dengan adanya air.
Identifikasi
senyawa metabolit sekunder dan elusidasi struktur senyawa ditemukan merupakan
pekerjaan yang sangat menentukan dalam proses mengenal, mengetahui dan pada
akhirnya menetapkan rumus molekul yang sebenarnya dari senyawa tersebut.
Di
antara metode identifikasi dan elusidasi struktur yang diperoleh dapat
dilakukan dengan metode standar yang sudah dikenal untuk menentukan senyawa
kimia dan termasuk derivat – derivatnya antara lain:
1. Metode
Spektroskopi
Metode
spektroskopi saat ini sudah merupakan metode standar dalam penentuan struktur
senyawa organic pada umumnya dan senyawa metabolit sekunder pada khususnya.
Metode tersebut terdiri dari beberapa peralatan dan mempunyai hasil pengamatan
yang berbeda, yaitu :
a. Spektroskopi
UV
Merupakan
metode yang akan memberikan informasi adanya kromofor dari senyawa organik dan
membedakan senyawa aromatic atau senyawa ikatan rangkap yang berkonjugasi denga
senyawa alifatik rantai jenuh.
b. Spektroskopi
IR
Metode
yang dapat menentukan serta mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat
dalam senyawa organik, yang mana gugus fungsi dari senyawa organik akan
dapat ditentukan berdasarkan ikatan tiap atom dan merupakan bilangan frekuensi
yang spesifik.
c. Nuklir
Magnetik Resunansi Proton
Metode
ini akan mengetahui posisi atom – atom karbon yang mempunyai proton atau tanpa
proton. Disamping itu akan dikenal atom – atom lainnya yang berkaitan dengan
proton.
d. Nuklir
Magnetik Kesonansi Isotop Karbon 13
Digunakan
untuk mengetahui jumlah atom karbon dan menentukan jenis atom karbon pada
senyawa terebut.
e. Spektroskopi
Massa
Mengetahui
berat molekul senyawa dan ditunjang dengan adanya fragmentasi ion molekul yang
menghasilkan pecahan – pecahan spesifik untuk suatu senyawa berdasarkan m / z
dari masing – masing fragmen yang terbentuk. Terbentuknya fragmen – fragmen
denga terjadinya pemutuan ikatan apabila disusun kembali akan dapat menentukan
kerangka struktur senyawa yang diperiksa.
2. Kromatografi
Penggunaan
kromatografi sangat membantu dalam pendeteksian senyawa metabolit sekunder dan
dapat dijadikan sebagai patokan untuk proses pengerjaan berikutnya dalam
menentukan struktur senyawa.
Berbagai
jenis kromatografi yang umum digunakan antara lain:
a. Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) : Merupakan salah satu metode identifikasi awal untuk
menentukan kemurnian senyawa yang ditemukan atau dapat menentukan jumlah
senyawa dari ekstrak kasar metabolit sekunder. Cara ini sangat sederhana dan
merupakan suatu pendeteksian awal dari hasil isolasi. b. Kromatografi
Kolom : Digunakan untuk pemisahan campuran bebrapa senyawa yang diperoleh
dari isolasi tumbuhan. Dengan menggunakan fasa padat dan fasa cair maka fraksi
– fraksi senyawa akan menghasilkan kemurnian yang cukup
tinggi. c. Kromatografi Gas : Pemisahan campuran senyawa yang
cukup stabil pada pemanasan, karena sampel yang digunakan akan dirubah menjadi
fasa gas dan dengan adanya perbedaan keterikatan senyawa pada fasa
padat yang digunakan terhadap senyawa organik sehingga terjadi pemisahan masing
– masing senyawa dari campurannya. d. Kromatografi Cair : Lebih
dikenal dengan HPLC (High Pressure Liquid Chromatography ) dan lebih dari 75 %
dari pemakaian HPLC menggunakan fasa padat ODS (Oktadesil Sifane) atau C – 18
sedangkan fasa cair sebagai pelarut pembawa senyawa dapat diganti kepolarannnya
pada saat digunakan dan kondisi seperti itu dikenal sebagai fasa gradien. Pada
kondisi gradien, senyawa nonpolar akan diadsorpsi lebih lemah oleh fasa padat
dan akan dielusi dengan pelarut nonpolar dan sebaiknya senyawa polar akan
diadsorpsi lebih kuat dan membutuhkan pelarut polar. Jika sampel mempunyai
polaritas luas, pemisahan harus dilakukan dengan merubah kepolaran pelarut yang
digunakan. Efisiensi penggunaan HPLC ditentukan dengan pengaturan dan
penggunaan pelarut sebagai pembantu dalam pemakaian HPLC.
Low
level Roughages + Concentrates
Ternak
memerlukan nutrisi untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, reproduksi,
laktasi, gerak dan kerja. Oleh karena itu pemberian hedaknya memperhitungkan
semua kebutuhan tersebut, atau dengan kata lain , pemnberian pakan disesuaikan
dengan kebutuhan ternak.
Pakan
utama yang umum diberikan berupa hijauan segar, seperti rumput, legum(daun
lamtoro dan turi, dll) atau aneka hijauan (daun singkong yang mempunyai protein
cukup tinggi), daun nangka dan daun pepaya). Khusus legume dan aneka hijauan
sebelum diberikan pada ternak sebaiknya dilayukan terlebih dahulu 2-3 jam
dibawah terik matahari untuk menghilangkan racun yang ada dalam hijauan
tersebut.
Selain
pakan hijauan, dapat juga ditambah dengan pakan padat atau konsentrat.
Jenis yang dapat digunakan adalah bekatul, ampas tahu, ketela pohon (dicacah
dahulu). Jenis pakan tersebut relatif murah dan mudah dibeli di mana saja.
Pakan konsentrat ini akan memberikan sumbangan cukup besar untuk kebutuhan
nutrisinya. Kebutuhan setiap ekor kira-kira 3 kg per hari dengan komposisi 40%
berkatul 40% ampas tahu dan 20% ketela pohon.
Teknik
pemberian konsentrat disarankan jangan bersamaan dengan hijauan, karena
pakan ini mempunyai daya cerna dan kandungan nutrisi yang berbeda dengan
hijauan. Jumlah pemberian konsentrat sekitar 3 kg/ekor/hari.
Penambahan
konsentrat pada kambing dan domba bertujuan untuk meningkatkan nilai
pakan dan menambah energi. Tingginya pemberian pakan berenergi menyebabkan
peningkatan konsumsi dan daya cerna dari rumput atau hijauan kualitas rendah.
Selain itu penemberian konsentrat tertentu dapat menghasilkan asam amino
essensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Penambahan konsentrat tertentu dapat juga
bertujuan agar zat makanan dapat langsung diserap di usus tanpa terfermentasi
di rumen, mengingat fermentasi rumen membutuhkan energi lebih banyak.
Berdasarkan kandungan gizinya, konsentrat dibagi dua golongan yaitu
konsentrat sebagai sumber energi dan sebagai sumber protein. .
a. Konsentrat
sebagai sumber protein apabila kandungan protein lebih dari 18%, Total
Digestible Nutrision (TDN) 60%. Ada konsentrat yang berasal dari hewan dan tumbuhan.
Berasal dari hewan mengandung protein lebih dari 47%. Mineral Ca lebih dari 1%
dan P lebih dari 1,5% serta kandungan serat kasar dibawah
2,5%. Contohnya : tepung ikan, tepung susu, tepung daging, tepung
darah, tepung bulu dan tepung cacing. Berasal dari tumbuhan, kandungan
proteinnya dibawah 47%, mineral Ca dibawah 1% dan P dibawah 1,5% serat kasar
lebih dari 2,5%. Contohnya : tepung kedelai, tepung biji kapuk, tepung bunga
matahari, bungkil wijen, bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit
dll.
b. Konsentrat
sebagai sumber energi apabila kandungan protein dibawah 18%, TDN 60% dan
serat kasarnya lebih dari 10%. Contohnya : dedak, jagung, empok, polar dll.
Konsentrat yang baik apabila terdiri dari bermacam macam bahan pakan supaya
mendapatkan asam amino yang lengkap. Untuk pembuatan konsentrat harus
diperhatikan bahan pakan yang digunakan sebagai penyusun ransum, baik dalam
cara penyediaan maupun kandungan gizinya. Perlu diperhatikan pada pemberian
jagung harus diimbangi dengan pemberian bahan yang berasal dari
kedelai, pada pemberian bahan yang berasal dari kedelai sebaiknya dimasak
terlebih dahulu,karena kedelai mengandung zat anti tripsin yang rusak bila kena
panas. Konsentrat pada Kambing dan Domba diberikan sesuai dengan tipenya.
Kambing dan Domba perah yang berproduksi tinggi yang kadar lemak yang
diinginkan tinggi maka membutuhkan protein tertinggi. Sedangkan protein sangat
sedikit dibutuhkan pada Kambing dan Domba yang sedang masa kering. Program
perhitungan pakan pada Kambing dan Domba biasanya dihitung berdasarkan bahan
kering.
2.
Kombinasi
Pakan Untuk Peternak Sapi Perah
Low
level Roughages + Complete Feed
Pemberian pakan dengan level hijauan rendah ditambah
dengan complete feed untuk sapi perah merupakan salah satu langkah untuk mengantisipasi
kekurangan serat kasar (SK) dalam pakan. Sapi perah dalam produksi susunya
memerluhkan SK dalam jumlah yang cukup. SK yang didapat dari hijauan yang
jumlahnya sedikit dapat ditambah dengan SK yang sudah terdapat pada complete
feed.
Complete
feed (CF) adalah pakan siap pakai untuk ternak ruminansia yang
mengandung zat-zat makanan ternak secara lengkap (bahan kering, abu, protein,
serat kasar dan energi) yang susunan gizinya (nutrisinya) maupun komposisinya
diformulasikan seimbang, lengkap dan mencukupi kebutuhan ternak. Nutrisi lengkap
untuk ternak ruminansia terdiri atas protein, lemak, serat kasar, energi,
mineral, dan bahan organik. Dengan introduksi complete feed, maka
usahatani ternak tidak lagi sepenuhnya bergantung pada pakan hijauan, karena
unsur serat kasar yang umumnya terdapat dalam hijauan sudah cukup tersedia
dalam pakan complete feed.
Keuntungan
pemberian pakan komplit yaitu peternak lebih bisa mengontrol program pemberian
pakan, menghemat tenaga dan keseluruhan biaya produksi. Semua hijauan,
biji-bijian, suplemen protein, mineral dan vitamin telah dicampur menjadi satu
dan ternak akan mengonsumsi semuanya karena tidak bisa memilih bahan pakan yang
disukai. Nutrien pakan komplit telah disesuaikan menurut periode produksi,
fisiologis ternak dan produksi yang ingin dicapai sehingga tidak berlebih
maupun tidak kurang. Pemberian pakan komplit lebih praktis saat diaplikasikan
pada ternak ruminansia karena sudah mengandung hijauan dan konsentrat, sehingga
tidak perlu ada interval waktu pemberian konsentrat dan hijauan. Kelemahan
pakan komplit yaitu lebih rumit dalam penyiapannya, ternak harus dikelompokkan
berdasarkan produksinya (terutama untuk ternak perah) karena kebutuhan
nutriennya berbeda-beda, diperlukan peralatan yang memiliki kapabilitas untuk
mencampur seluruh komponen pakan secara akurat.
Reaksi Pencoklatan Enzim Polifenol Oksidase pada Sayuran dan Buah-buahan
Bahan pangan sayur dan buah dapat mudah mengalami
pencoklatan jika bahan pangan tersebut terkelupas atau dipotong. Pencoklatan (browning) merupakan proses pembentukan pigmen
berwarna kuning yang akan segera berubah menjadi coklat gelap (Rahmawati 2008).
Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh
enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase. Kedua enzim ini dapat mengkatalis
oksidasi senyawa fenol menjadi quinon dan kemudian dipolimerasi menjadi pigmen
melaniadin yang berwarna coklat (Mardiah 1996). Bahan pangan tertentu, seperti
pada sayur dan buah, senyawa fenol dan kelompok enzim oksidase tersebut
tersedia secara alami. Oleh karena itu pencoklatan yang terjadi disebut juga
reaksi pencoklatan enzimatis.
Enzim polifenol oksidase memiliki kode Enzym Commision (EC) 1.14.18.1, nama trivial
monophenol monooxygenase dan nama IUPAC monophenol, L-dopa:oxygen
oxidoreductase. Selain itu, enzim ini juga memiliki nama lain, yaitu
tyrosinase, phenolase, monophenol oxidase, cresolase, catechol oxidase,
polyphenolase, pyrocatechol oxidase, dopa oxidase, chlorogenic oxidase,
catecholase, monophenolase,o-diphenol oxidase,
chlorogenic acid oxidase, diphenol oxidase, o-diphenolase, tyrosine-dopa oxidase,o-diphenol:oxygen oxidoreductase, polyaromatic
oxidase, monophenol monooxidase, o-diphenol oxidoreductase, monophenol dihydroxyphenylalanine:oxygen
oxidoreductase, N-acetyl-6-hydroxytryptophan oxidase, monophenol,
dihydroxy-L-phenylalanine oxygen oxidoreductase, o-diphenol:O2 oxidoreductase,
dan phenol oxidase (NC-IUBMB 2010). Enzim polifenol oksidase dihasilkan dari
reaksi antara L-tyrosine, L-dopa, dan O2 menjadi L-dopa, dopaquinone, dan H2O.
Pencoklatan enzimatis dapat terjadi karena adanya
jaringan tanaman yang terluka, misalnya pemotongan, penyikatan, dan perlakuan
lain yang dapat mengakibatkan kerusakan integritas jaringan tanaman (Cheng
& Crisosto 1995). Adanya kerusakan jaringan seringkali mengakibatkan enzim
kontak dengan substrat. Enzim yang bertanggung jawab dalam reaksi pencoklatan
enzimatis adalah oksidase yang disebut fenolase, fenoloksidase, tirosinase,
polifenolase, atau katekolase. Dalam tanaman, enzim ini lebih sering dikenal
dengan polifenol oksidase (PPO). Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya asam
amino tirosin dan komponen polifenolik seperti katekin, asam kafeat,
pirokatekol/katekol dan asam klorogenat . Tirosin yang merupakan monofenol,
pertama kali dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin dan kemudian
dioksidasi menjadi quinon yang akan membentuk warna coklat.
Pencoklatan enzimatis dalam pangan biasanya dianggap
merugikan karena menurunkan penerimaan sensori pangan oleh masyarakat walaupun
pencoklatan enzimatis tidak terlalu mempengaruhi rasa dari bahan pangan
tersebut. Reaksi pencoklatan enzimatis membutuhkan tiga komponen, yaitu
polifenolase aktif, oksigen dan subtrat yang cocok. Penghilangan salah satu di
antara komponen tersebut akan melindungi terjadinya reaksi pencoklatan
enzimatis. Selain itu, senyawa pereduksi mampu mengubah o-quinon kembali kepada
komponen fenolik sehingga mengurangi pencoklatan. Berdasarkan hal tersebut di
atas, terdapat beberapa metode untuk mengontrol pencoklatan enzimatis dalam
pangan yaitu (Padmadisastra et al. 2003):
1.
Pengurangan oksigen (O2) atau penggunaan
antioksidan, misalnya vitamin C ataupun senyawa sulfit. Antioksidan dapat
mencegah oksidasi komponen-komponen fenolat menjadi quinon berwarna gelap.
Sulfit dapat menghambat enzim fenolase pada konsentrasi satu ppm secara
langsung atau mereduksi hasil oksidasi quinon menjadi bentuk fenolat
sebelumnya, sedangkan penggunaan vitamin C dapat mereduksi kembali quinon
berwarna hasil oksidasi (o-quinon) menjadi senyawa fenolat (o-difenol) tak
berwarna. Asam askorbat selanjutnya dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat.
Ketika vitamin C habis, komponen berwarna akan terbentuk sebagai hasil reaksi
polimerisasi dan menjadi produk antara yang irreversibel. Jadi produk berwama
hanya akan terjadi jika vitamin C yang ada habis dioksidasi dan quinon
terpolimerisasi.
2.
Mengkontrol reaksi browning enzimatis
dengan menambahkan enzim mometiltransferase sebagai penginduksi.
3.
Mengurangi
komponen-komponen yang bereaksi browning melalui deaktivasi
enzim fenolase yang mengandung komponen Cu (suatu kofaktor esensial yang
terikat pada enzim PPO). Chelating agent EDTA atau garamnya
dapat digunakan untuk melepaskan komponen Cu dari enzim sehingga enzim menjadi
inaktif.
4.
Cara ini merupakan cara yang paling mudah untuk
diaplikasikan yaitu dengan pemanasan untuk menginaktivasi enzim-enzim. Enzim
umumnya bereaksi optimum pada suhu 30-40 ºC. Pada suhu 45 ºC enzim
mulai terdenaturasi dan pada suhu 60 ºC mengalami dekomposisi.
5.
Pengkondisian keasaman, misalnya dengan penambahan asam
sitrat. Pada pH dibawah lima, enzim-enzim fenolase dihambat aktivitasnya
Adanya bahan
pangan yang telah mengalami pengontrolan pencoklatan enzimatis dapat
terminimalisir dari pembentukan warna coklat yang berlebihan dan terjadi secara
cepat pada bahan pangan yang mengalami kerusakan jaringan. Hal ini dapat
berdampak pada penerimaan sensori dan cita rasa bahan pangan tersebut, baik di
kalangan industri maupun masyarakat.
Referensi
Cheng
GW, Crisosto CG. 2005. Browning potential, phenolic composition, and
polyphenoloxidase activity of buffer extracts of peach and nectarine skin
tissue. J. Amer. Soc. Horts. Sct. 120
(5):835-838.
Mardiah
E. 1996. Penentuan aktivitas dan inhibisi enzim polifenol oksidase dari
apel (Pyrus malus Linn.).Jurnal Kimia Andalas 2: 2.
Padmadisastra
Y, Sidik, Ajizah S. 2003. Formulasi sediaan cair gel Lidah Buaya (Aloe vera Linn.) sebagai minuman kesehatan. Bandung:
Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
Rahmawati
F. 2008. Pengaruh vitamin C terhadap aktivitas polifenol oksidase buah Apel
merah (Pyrus malus) secara in vitro [skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
ADDITIVE, ANTIBIOTIK, PROBIOTIK
ADDITIVE
Additive adalah susunan bahan atau kombinasi bahan tertentu yang
sengaja ditambahkan ke dalam ransum pakan ternak untuk menaikkan nilai gizi
pakan guna memenuhi kebutuhan khusus atau imbuhan yang umum digunakan dalam
meramu pakan ternak. Murwani et al., (2002) menyatakan
bahwa additive adalah bahan pakan
tambahan yang diberikan pada ternak dengan tujuan untuk meningkatkan
produktifitas ternak maupun kualitas produksi.
Sedangkan menurut Murtidjo (1993), additive
adalah imbuhan yang umum digunakan dalam meramu pakan ternak. Penambahan bahan biasanya hanya dalam jumlah
yang sedikit, misalnya additive bahan
konsentrat, additive bahan suplemen
dan additive bahan premix. Macam-macam additive antara lain
antibiotika, hormon, arsenikal, sulfaktan, dan transquilizer.
Feed additive merupakan bahan
makanan pelengkap yang dipakai sebagai sumber penyedia vitamin-vitamin,
mineral-mineral dan atau juga antibiotika (Anggorodi, 1985). Fungsi feed
additive adalah untuk menambah vitamin-vitamin, mineral dan antibiotika
dalam ransum, menjaga dan mempertahankan kesehatan tubuh terhadap serangan
penyakit dan pengaruh stress, merangsang pertumbuhan badan (pertumbuhan daging
menjadi baik) dan menambah nafsu makan, meningkatkan produksi daging maupun
telur.
Berbagai macam feed additive yang bersifat non
nutritive menurut Wahyu (1997) antara lain: (1) Makanan tambahan pelengkap
untuk memperbaiki tekstur dan kekuatan pakan pellet; (2) Flavoring agent yaitu zat pemberi bau enak yang dipergunakan untuk
meningkatkan palatabilitas pakan; (3) enzim-enzim yang memperbaiki daya cerna
di bawah kondisi tertentu; (4) Antibiotika, senyawa-senyawa arsen dan
nitrofurans dipergunakan pada tingkat rendah untuk melindungi pakan dari
serangan perusakan oleh mikroorganisme dan mencegah timbulnya keracunan yang
disebabkan oleh mikroflora dalam usus; (5) Antibiotika yang mempunyai spektrum
luas (broad spectrum) dan daya
absorpsi yang baik ditambahkan ke dalam pakan untuk memerangi penyakit khusus;
(6) Senyawa-senyawa kimia tertentu dipergunakan untuk meningkatkan daya
penyembuhan dari antibiotika terhadap penyakit; (7) Obat-obat pencegah cacing
dalam saluran pencernaan; (8) Antioksidan untuk mencegah kerusakan asam-asam
lemak yang tidak jenuh dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak karena proses
peroksidasi; (9) sumber-sumber karotenoid ditambahkan dalam pakan untuk
memperbaiki pigmentasi dari broiler dan kuning telur dan (10) Hormon-hormon
yang digunakan untuk memperbaiki metabolisme ayam.
Ransum ayam broiler dan ayam petelur
disusun sedemikian rupa sehingga mengandung konsentrasi zat-zat makanan
maksimum yang dapat diperoleh dengan harga layak untuk pertumbuhan, produksi
dan efisiensi penggunaan ransum maksimum. Untuk menjamin zat-zat makanan
tersebut ditelan, dicerna, dilindungi dari kerusakan, diserap dan diangkut dari
sel-sel tubuh, maka pelengkap makanan tak bergizi tertentu atau yang disebut additive dimasukkan ke dalam ransum
sebagai tambahan sampai terjadi suatu konsentrasi optimum dan keseimbangan
zat-zat makanan (Rasyaf, 1994).
ANTIBIOTIK
Antibiotik adalah kelompok zat kimia
yang dapat dibuat secara sintetik ataupun diturunkan dari organisme hidup, yang
memiliki khasiat mematikan (bakteriosid)
atau menghambat pertumbuhan kuman (bakteriostatik). Hartadi (1991) menyatakan bahwa antibiotik adalah suatu obat yang
disintesa oleh suatu organisme mikro dan mempunyai kemampuan (dalam konsentrasi
sesuai) untuk menghambat pertumbuhan dari organisme mikro yang lain. Anggorodi (1980) menyatakan bahwa tujuan
utama dari pemberian antibiotika pada ransum adalah agar dapat menghambat
pertumbuhan bakteri pathogen (bakteri
penyebab penyakit), mencegah kerusakan makanan dalam usus oleh bakteri dan
mencegah timbulnya racun oleh kerja bakteri (amonia). Efek lebih lanjut
dari pemberian antibiotika adalah kondisi kesehatan ternak akan lebih baik,
sehingga metabolisme zat gizi pakan akan meningkat. Pengaruh terhadap tingkat produksi yaitu memperbaiki konversi ransum
sehingga penggunaan pakan lebih efisien.
Rasyaf (1992) menyatakan bahwa
antibiotik merupakan hasil produksi mikroorganisme yang digunakan untuk
menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya, diantaranya: (1) Bacitracin, digunakan dalam campuran
ransum atau melalui air minum.
Antibiotika ini digunakan untuk mencegah penyakit selama cekaman dan
untuk necritik enteritis; (2) Chlortetracycline dapat digunakan
sebagai campuran di dalam ransum atau melalui air minum, antibiotika ini jangan
digunakan pada unggas pedaging bibit, kadangkala antibiotika ini dapat pula
untuk Coccidiosis; (3) Penicillin,
antibiotika ini digunakan dalam air minum dan juga melalui suntikan, campuran
vitamin + mineral untuk mencegah cekaman; (4) Tylosin, digunakan dalam campuran ransum dan air minum untuk
mengobati penyakit pernapasan pada unggas pedaging di masa awal; dan (5) Lincomycin, antibiotika yang digunakan
dalam campuran ransum dan dalam air minum.
Penggunaan antibiotik atau antimikrobial
sebagai bahan aditif dalam pakan ternak telah berlangsung lebih dari 40
tahun. Senyawa antibiotik tersebut
digunakan sebagai growth promotor dalam jumlah yang relatif kecil
namun dapat meningkatkan efisiensi pakan (feed efficiency) dan
reproduksi ternak sehingga dengan penggunaan bahan aditif tersebut peternak
dapat memperoleh keuntungan lebih. Namun, akhir-akhir ini penggunaan senyawa
antibiotik mengalami penurunan dan bahkan di beberapa negara telah melarang
penggunaan antibiotik sebagai bahan aditif dalam pakan ternak.
Antibiotik digunakan untuk melawan
infeksi dengan cara pencegahan atau pengobatan. Anggorodi (1985) menyatakan
bahwa antibiotik telah terbukti sangat berguna dalam memberantas
penyakit-penyakit tertentu. Penelitian
menunjukkan bahwa aureomisin
(kholtetrasiklin), basitrasin, zink basitrasin, penisillin, oleandomisin, dan
virgimisin, dicampurkan dalam ransum berguna sekali untuk merangsang
pertumbuhan anak-anak hewan.
PROBIOTIK
Probiotik tergolong dalam makanan
fungsional, di mana bahan makanan ini mengandung komponen-komponen yang dapat
meningkatkan kesehatan ternak dengan cara memanipulasi komposisi bakteri yang
ada dalam saluran pencernaan ternak. Probiotik merupakan mikro-organisme yang dapat meningkatkan pertumbuhan
dan efisiensi pakan ternak tanpa mengakibatkan terjadinya proses penyerapan
komponen probiotik dalam tubuh ternak, sehingga tidak terdapat residu dan tidak
terjadinya mutasi pada ternak.
Probiotik berarti mikroorganisme yang
berguna, dan apabila konteksnya dalam pangan adalah makanan atau minuman yang
berisi mikroorganisme-mikroorganisme yang diharapkan begitu masuk dalam tubuh
akan dapat berguna dan bermanfaat meningkatkan kesehatan tubuh (Samadi, 2007).
Istilah probiotik pertama sekali
diperkenalkan oleh Perker (1974) menggambarkan tentang keseimbangan
mikro-organisme dalam saluran pencernaan.
Pada saat ternak mengalami stres, keseimbangan mikro-organisme dalam
saluran pencernaan terganggu, mengakibatkan sistem pertahanan tubuh menurun dan
bakteri-bakteri pathogen berkembang dengan cepat. Pemberian probiotik dapat
menjaga keseimbangan komposisi mikro-organisme dalam sistem pencernaan ternak.
Sebagian besar probiotik yang digunakan
sebagai aditif adalah tergolong bakteri termasuk dalam species Lactobacillus
(L acidophilus, L lactis, L plantarum) dan Bifidobacterium (B bifidum,
B thermophilum), di samping itu terdapat juga bakteri Streptococcus
lactis dan jenis fungi seperti Aspergilus niger, Aspergilus oryzue.
Manfaat probiotik sebagai bahan aditif ditunjukkan dengan meningkatnya
ketersediaan lemak dan protein bagi ternak, di samping itu probiotik juga
meningkatkan kandungan vitamin B kompleks melalui fermentasi makanan (Daud,
2005). Probiotik juga dapat meningkatkan
kekebalan (immunity), mencegah alergi makanan dan kanker (colon
cancer). Hasil penelitian menunjukkan insiden
kanker lambung pada ternak yang diberikan probiotik (Lactobacillus GG)
berpengaruh nyata terhadap ternak yang tidak diberikan probiotik. Di mana ternak yang diteliti terlebih dahulu
diinjeksi dengan dimethylhydrazine (penyebab kanker).
Di samping bakteri, fungsi juga digunakan sebagai
probiotik. Saccharomyces cerevisiea dan Aspergillus oryzae
merupakan jenis fungi yang banyak digunakan dalam pakan ternak. Saccharomyces
cerevisiea mempunyai karakteristik khusus dalam pakan ternak karena
kemampuannya memproduksi asam glutamat yang dapat meningkatkan palatability
dari pakan tersebut.
Di samping probiotik, saat ini banyak dikembangkan
berbagai jenis bahan aditif yang berasal dari produk mikro-organisme seperti
enzim (proteinase, amilase, selulase, xylanase, pectinase, dan lain sebagainya)
yang diberikan kepada ternak (Butt, 1999). Di berbagai negara akhir-akhir ini penelitian
yang berkaitan dengan salah satu mikro-organisme yang memproduksi enzim phytase
sedang gencar-gencarnya dilakukan. Enzim phytase
sangat bermanfaat karena kemampuan enzim tersebut mengubah fosfor yang terdapat
pada biji-bijian dalam bentuk tidak tersedia menjadi bentuk tersedia dan dapat
diserap oleh ternak.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1980. Ilmu
Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Jakarta.
Anggorodi, R. 1985. Kemajuan
Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia. Jakarta.
Butt, H. 1999. Exploring management protocols for cronic fatique syndrome : a case for
pro and prebiotics. Probiot 8 : 2-6.
Daud, M. 2005. Performan Ayam Pedaging yang Diberi
Prebiotik dan Probiotik dalam Ransum. J. Ilmu Ternak. 5 (2) : 75-79.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A. Tillman. 1991. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Murtidjo, B. A. 1993.
Beternak Kambing. Kanisius.
Yogyakarta.
Murwani, R., C. I. Sutrisno, Endang K., Tristiarti dan Fajar W. Kimia dan
Toksiologi Pakan. 2002. Diktat Kuliah
Kimia dan Toksiologi Pakan. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Rasyaf, M. 1992. Pengelolaan
Peternakan Unggas Pedaging. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Rasyaf, M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Samadi. 2007. Staf pengajar Fakultas Pertanian Prodi Peternakan Universitas
Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh. www.ppi-goettingen.de/mimbar/kliping/probiotik.html
Wahyu, J. 1997. llmu
Nutrisi Ternak Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sekilas tentang Kolom Kromatografi
Pemilihan
Column Chromatography
Hal
ini didasarkan karena dalam pelaksanannya penelitian ini mengimmobilisasi komponen
aktif whey yaitu Laktoperoxidase (LPO) dan Laktoferin (LF). Immobilisasi
merupakan langkah untuk meningkatkan efisiensi penggunaan cation exchange. Penggunaan cation
exchange yaitu resin merupakan salah satu langkah untuk mengimobilisasi
laktoperoksidase agar dapat digunakan berulang kali.
Resin
merupakan zat polimer alami
ataupun sintetik yang salah satu fungsinya adalah dapat mengikat kation dan
anion tertentu. Resin terdiri dari 2 macam yaitu resin kation yang bersifat
negatif dan resin anion yang bersifat positif. Laktoperoksidase memiliki pI 9,6
sedangkan Laktoferin memiliki pI 9,2 sehingga cenderung bersifat positif,
sehingga resin yang tepat untuk digunakan menangkap laktoperoksidase ini adalah
resin kation.
Immobilisasi
secara sederhana dapat dilakukan dengan menempatkan cation exchange resin kedalam kolom dan mengalirkan sumber
laktoperoksidase dan laktoferin melalui kolom tersebut. Kolom
ini nantinya akan diisi dengan resin yang
akan mengikat mengikat molekul laktoperoksidase sehingga didapatkan protein
murni laktoperoksidase dan laktoferin. Kolom ini terbuat dari kaca dengan
diameter 2 cm. Kolom ini akan diisi dengan resin. Resin yang digunakan yaitu
ada 3 jenis yaitu Seharose Fast Flow (SP-FF), Sepharose Big Beads (SP-BB), dan Activated
CNBr Sepharose (SP-CNBr).
Imobilisasi
Komponen Aktif Whey
Imobilisasi
merupakan sebuah bagian dari perkembangan bioteknologi yang memacu perkembangan
rekayasa enzim. Imobilisasi merupakan suatu metode untuk mengatasi penggunaan
enzim secara konvensional kurang menguntungkan dan efisien karena setiap
pemakaian ataupun analisis harus menggunakan enzim yang baru. Imobilisasi akan
menggunakan matriks yang akan mengikat enzim yang diinginkan sehingga dapat
digunakan berulang kali. Pengujian aktivitas enzim yang terimobilisasi terhadap
pemakaian berulang bertujuan untuk mengetahui stabilitas enzim tersebut
(Sebayang, 2006).
Imobilisasi
memberikan manfaat bagi enzim yaitu dapat ditingkatkan aktivitasnya dalam suhu
yang tinggi. Immobilisasi komponen di dalam whey seperti
laktoperoksidase dapat dilakukan dengan Ion Exchange Chromatography (IEC). IEC
ini dapat mempertahankan stabilitas enzim sehingga tahan lama sehingga
imobilisasi enzim dengan cara IEC dapat dilakukan secara praktis. Enzim yang
didapat, dapat dengan mudah dipisahkan dengan dari produk sehingga dapat
digunakan kembali. Teknik imobilisasi lebih efisien untuk memproduksi suatu zat
dengan menggunakan enzim (Al-Baarri et al.,
2012).
Cara
immobilisasi yaitu filtrate whey dengan volume tertentu kemudian dialisis
dengan 10mM sodium phosphate buffer (PB) (pH 6,8) selama satu malam. Hasil dari
cairan whey tersebut dilewatkan pada
kolom yang berisi resin. Filtrat whey disirkulasikan melalui kolom dengan
menngunakan sebuah tabung umpan balik dan pompa peristaltik. Whey yang
dialirkan dan disirkulasi pada laju aliran 1 ml/menit Setelah pengeringan whey,
resin dicuci dengan 50 ml dari 10 mM PB
(pH 7) yang mengadung 0,1 M NaCl. Untuk perlakuan kontrol cairan whey yang
telah dialisis disirkulasikan juga pada kolom dengan laju aliran 1 ml/menit. Setelah
pengeringan whey, resin kemudian dicuci dengan 50 ml dari 10 mM PB (pH 7) yang
mengandung 0,4 mM NaCl untuk laktoperoksidase dan 1 mM untuk laktoferin. Hasil
tersebut kemudian dikumpulkan (5 ml per tabung) dan dibaca pada absorban 280
mn. Penghilangan pada koefisien 280 mn dari 1,5 mg cm 2 m-1digunakan
untuk memperkiran konsentrasi LPO di larutan. Kemurnian LPO dan LF ditentukan
dengan sodium dodecyl sulphate–polyacrylamide gel electrophoresis (SDS–PAGE)
(Al-Baarri, 2010).
Kesulitan
Pelaksanaan
Kesulitan
dalam pelaksanaannya yaitu dalam penggadaan resin yang harus diimpor dari luar
negeri. Pengambilan sampel susu yang akan dibuat menjadi whey membutuhakan
penanganan khusus yaitu pengambilan langsung dari sapi perah dan langsung
didinginkan. Pengolahan menjadi whey juga harus homogen agar LPO dan LF yang
akan dihasilkan dapat sesuai dari sampel yang didapat. Banyak peralatan yang
membutuhkan ketelitian tinggi seperti mikropipet, makrocup, mikrocup dll.
Selain itu refrigerator dibutuhkan dalam pelaksanaannya, serta freezer untuk
mengawetkan LPO dan LF. Laboratorium yang steril juga dibutuhkan di sini. Inti
dari semuanya yaitu alat dan bahan yang digunakan harus sesuai, agar data yang
diperoleh dapat sesuai yang sebenarnya.
Referensi
Al-Baarri, A. N., Ogawa, M. & Hayakawa, S. 2010. Scale-up studies on
immobilization of lactoperoxidase using milk whey for producing antimicrobial
agent. Journal of the Indonesian
Tropical Animal Agriculture. 35:
185–191.
Al-Baarri A.N., M. Ogawa, T.
Visalsok, S. Hayakawa. 2012. Lactoperoxidase immobilized onto various beads for
producing natural preservatives solution. J. Aplikasi Teknologi Pangan.
1(1):4-6.
Aplikasi Protein Pada Whey
Protein whey saat ini telah digunakan secara luas
dalam produk pangan. Padahal, pada awalnya komponen ini hanya dianggap sebagai
by products dalam industri susu. Namun, berkat penelitian yang sangat intensif,
akhirnya sifat fungsional dari whey dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu
aneka produk pangan.
Whey merupakan fraksi protein yang dipisahkan dari
kasein pada proses pembuatan keju melalui proses koagulasi. Komponen ini banyak
mengandung vitamin dan mineral yang berasal dari susu. Tidak hanya itu, whey
juga mengandung asam amino esensial dan branched chain amino acids (BCAA). Ada
beberapa industri yang mengisolasi komponen-komponen tersebut, yang kemudian
ditambahkan untuk “memperkaya” whey untuk tujuan khusus (Geiser, - ).
Geiser (-) mengungkapkan bahwa ada beberapa jenis
protein whey yang saat ini ditemui di pasaran. Di antaranya adalah whey powder,
whey protein concentrate (WPC), dan whey protein isolate (WPI).
Whey powder diperoleh dengan memanfaatkan hasil
pemisahan dalam proses pembuatan keju secara langsung. Whey dipisahkan dari
lemak, dipasteurisasi, kemudian langsung dikeringkan sehingga diperoleh whey
dalam bentuk bubuk. Seringkali, whey powder dikurangi, sehingga menghasilkan
demineralized whey.
Whey protein concentrate diproses menggunakan
teknologi ultrafiltrasi untuk menyaring dan memekatkan whey hasil pemisahan
dari kasein. Dalam proses tersebut, molekul-molekul berukuran besar seperti
laktosa dan abu akan tereleminasi. Akibatnya, akan diperoleh konsentrasi
protein yang lebih tinggi, yakni antara 25-89%, tapi umumnya adalah 80%. Ada
beberapa jenis WPC yang digolongkan berdasarkan kandungan proteinnya. Misalnya WPC34
yang artinya kandungan protein berkisar 34%, WPC50 kandungan proteinnya sekitar
50%, dan WPC80 yang kandungan proteinnya berkisar 80%.
Whey protein isolate merupakan whey dengan kandungan
protein paling tinggi, yakni hingga 90% atau bahkan lebih. Proses yang
digunakan biasanya melibatkan teknologi mikro filtrasi dan ion exchange.
Sehingga akan lebih banyak komponen non protein yang tereleminasi.
Pada Tabel 1 ditunjukkan kandungan dan perbedaan
dari masing-masing jenis whey tersebut,
Aplikasi whey
protein
Whey protein banyak digunakan dalam produk pangan, seperti
pangan atau minuman untuk olahraga, snack, produk olahan daging, formula
makanan bayi, bakery, dan lainnya. Di Indonesia sendiri penggunaan whey cukup
terbatas, karena masih banyaknya pandangan whey merupakan limbah. Sebagian
besar whey digunakan oleh perusahaan besar saja seperti susu bubuk, manisan,
permen, biskuit bayi, atau es krim. Salah satu bahan yang kerap digunakan oleh
produsen makanan atau minuman ialah whey.
Jenis whey yang digunakan didasarkan pada tujuan yang
dicapai. Misalnya untuk pangan atau minuman olahraga, protein whey dipilih
karena memiliki BCAA, leusin, isoleusin, dan valin yang tinggi. BCAA sangat
penting bagi sel otot dalam menjaga glikogen, bentuk lain dari glukosa yang
terbentuk pada saat tubuh berolahraga. Permasalahannya adalah, penambahan
protein whey pada minuman RTD (ready to drink) seringkali menimbulkan
kekeruhan. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal tersebut
adalah dengan memainkan pH dan mengeleminasi protein teragregasi dengan
sentrifugasi.
Sementara itu, Keaton (1999) dalam publikasinya yang
diterbitkan oleh US Dairy Export Council menyebutkan bahwa protein whey juga
sering digunakan untuk mensubtitusi protein daging pada produk daging olahan.
Penambahan protein whey tersebut dapat memperbaiki stabilitas emulsi, flavor,
tekstur, dan juga menghemat biaya produksi.
Whey juga digunakan untuk produk snack dengan tujuan
sebagai flavor carrier/agent, peningkat flavor, memodifikasi tekstur, dan
meningkatkan nilai gizi. Tidak hanya itu, protein whey juga sering ditambahkan
pada seasoning snack. Contohnya pada seasoning berbasis keju. Tujuannya adalah
untuk membantu proses emulsifikasi dan pengeringan (selama spray drying)
(Johnson, 2000).
Tidak hanya itu, penambahan whey juga banyak dilakukan
pada produk pangan lain. Karena dari segi gizi, penggunaan protein whey juga
mampu memperbaiki mutu organoleptik produk. Jenis whey yang dipilih, tergantung
pada karakter dan sifat fungsional yang diharapkan. Sebuah penelitian tentang
aktivitas antioksidan dari supernatan dari whey kedelai yang difermentasi
dengan menggunakan bakteri asam laktat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa whey
kedelai, semakin lama waktu inkubasi, akan semakin tinggi sifat antioksidannya.
Hal ini menunjukkan bahwa antioksidan yang terdapat di dalam whey kedelai bisa
dimanfaatkan oleh tubuh selain antioksidan yang berasal dari buah maupun
sayuran.
Komponen penting yang terdapat di
dalam whey :
β-laktoglobulin
β-lactoglobulin terdapat sekitar 50% dari kandungan whey total. Protein ini memiliki banyak gugus yang mengikat mineral, vitamin larut lemak, dan bertindak sebagai protein transpor untuk senyawa lipofilik seperti tokoferol dan vitamin A. Modifikasi β-laktoglobulin menghasilkan produk yang memiliki aktivitas antivirus yang kuat
β-lactoglobulin terdapat sekitar 50% dari kandungan whey total. Protein ini memiliki banyak gugus yang mengikat mineral, vitamin larut lemak, dan bertindak sebagai protein transpor untuk senyawa lipofilik seperti tokoferol dan vitamin A. Modifikasi β-laktoglobulin menghasilkan produk yang memiliki aktivitas antivirus yang kuat
α-lactalbumin
α-lactalbumin terkandung sekitar 25% dari kandungan protein whey total. Protein ini memiliki profil asam amino yang sangat baik, yang kaya akan lisin, leusin, treonin, triptofan dan sistin. Fungsi biologis utama dikenal dari α-lactalbumin adalah untuk memodulasi sintesis laktosa dalam kelenjar susu. Penambahan protein ini adalah sangat dianjurkan dalam susu formula bayi dan produk pangan lainnya. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa α-lactalbumin efektif sebagai agen anti-kanker.
α-lactalbumin terkandung sekitar 25% dari kandungan protein whey total. Protein ini memiliki profil asam amino yang sangat baik, yang kaya akan lisin, leusin, treonin, triptofan dan sistin. Fungsi biologis utama dikenal dari α-lactalbumin adalah untuk memodulasi sintesis laktosa dalam kelenjar susu. Penambahan protein ini adalah sangat dianjurkan dalam susu formula bayi dan produk pangan lainnya. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa α-lactalbumin efektif sebagai agen anti-kanker.
Imunoglobulin
merupakan kelompok protein kompleks yang berkontribusi secara signifikan terhadap kandungan protein serta mempunyai fungsi imunologi yang sangat penting. Senyawa ini dapat memberikan perlindungan dari beberapa penyakit pada bayi dan memiliki peran dalam upaya pengendalian penyakit pada orang dewasa. Whey protein konsentrat dapat digunakan sebagai suplemen susu bubuk karena mengandung antibodi yang cukup untuk membunuh E. coli.
merupakan kelompok protein kompleks yang berkontribusi secara signifikan terhadap kandungan protein serta mempunyai fungsi imunologi yang sangat penting. Senyawa ini dapat memberikan perlindungan dari beberapa penyakit pada bayi dan memiliki peran dalam upaya pengendalian penyakit pada orang dewasa. Whey protein konsentrat dapat digunakan sebagai suplemen susu bubuk karena mengandung antibodi yang cukup untuk membunuh E. coli.
Bovine
serum albumin
Bovine serum albumin (BSA) memiliki
profil asam amino esensial yang komplek. BSA dapat mengikat asam lemak bebas,
dan jenis lemak. BSA sangat penting dalam mempertahankan fungsi lemak. Hal ini
menjadi sangat penting terutama jika dikaitkan dengan proses oksidasi lemak.
Dalam beberapa penelitian dilaporkan bahwa BSA mengurangi resiko kemungkinan
seseorang mengidap berbagai penyakit, seperti diabetes dan kehilangan daya
tahan tubuh.
Laktoferin
Laktoferin adalah protein yang dapat mengikat besi dan memiliki kemampuan sebagai agen antimikroba. Sistem kerja antimikrobanya adalah dengan cara mengikat zat besi dalam mikroorganisme. Keunggulan laktoferin lainnya yaitu membantu penyebaran besi dalam darah, antijamur, antivirus, dan antikanker, mengikat racun, meningkatkan efek imunomodulasi, mempercepat penyembuhan luka, dan anti-inflamasi.
Laktoferin adalah protein yang dapat mengikat besi dan memiliki kemampuan sebagai agen antimikroba. Sistem kerja antimikrobanya adalah dengan cara mengikat zat besi dalam mikroorganisme. Keunggulan laktoferin lainnya yaitu membantu penyebaran besi dalam darah, antijamur, antivirus, dan antikanker, mengikat racun, meningkatkan efek imunomodulasi, mempercepat penyembuhan luka, dan anti-inflamasi.
Laktoperoksidase
Laktoperoksidase telah dikenal sebagai agen antimikroba alami dalam susu, air liur dan air mata. Sistem laktoperoksidase telah terbukti baik sebagai bakterisida dan bakteriostatik terhadap berbagai jenis mikroorganisme, dan tidak memiliki efek negatif. Dalam studi klinis di bidang kedokteran gigi, laktoperoksidase terbukti mengurangi akumulasi plak, gingivitis, dan karies dini.
Laktoperoksidase telah dikenal sebagai agen antimikroba alami dalam susu, air liur dan air mata. Sistem laktoperoksidase telah terbukti baik sebagai bakterisida dan bakteriostatik terhadap berbagai jenis mikroorganisme, dan tidak memiliki efek negatif. Dalam studi klinis di bidang kedokteran gigi, laktoperoksidase terbukti mengurangi akumulasi plak, gingivitis, dan karies dini.
Glycomacropeptide
Glycomacropeptide (GMP) merupakan bagian dari glikosilasi caseinomacropeptide (CMP), banyak terdapat dalam whey manis yang terbentuk setelah koagulasi protein oleh rennin. Sifat-sifat biologis dan fisiologis yang telah dikaitkan dengan peranan GMP meliputi: penurunan sekresi lambung, gigi penghambatan karies dan plak gigi, mendorong pertumbuhan Bifidobacteria, kontrol phenylketunoria, dan dapat menekan nafsu makan.
Glycomacropeptide (GMP) merupakan bagian dari glikosilasi caseinomacropeptide (CMP), banyak terdapat dalam whey manis yang terbentuk setelah koagulasi protein oleh rennin. Sifat-sifat biologis dan fisiologis yang telah dikaitkan dengan peranan GMP meliputi: penurunan sekresi lambung, gigi penghambatan karies dan plak gigi, mendorong pertumbuhan Bifidobacteria, kontrol phenylketunoria, dan dapat menekan nafsu makan.
Referensi
Geiser, Marjorie.-. The Wonders of Whey Protein.
NSCA’s Performance Training Journal.
Johnson. 2000. US Whey Products in Snacks and
Seasoning. US Dairy Export Council USA.
Keaton, Jimmy. 1999. Whey Protein and Lactose Products
in Processed Meats. US Dairy Export Council USA.
Rumus TDN, Kecernaan Pakan, Kecernaan Semu, dan Kecernaan Sejati
Formula (Rumus) dari TDN
TDN
digunakan untuk mengukur energi ternak ternak ruminansia. Jumlah TDN suatu
bahan pakan sama dengan jumlah nutrien organik yang dapat dicerna (protein,
lemak, SK, dan BETN). Nilai lemak dikalikan 2.25 karena energi lemak 2,25 lebih
besar dari nilai energi protein maupun karbohidrat.
Rumus Perhitungan
TDN :
TDN = Prdd + 2,25 Ldd + KHdd
TDN = Prdd + 2,25 Ldd + SKdd +
BETNdd
Keterangan :
Prdd = Protein dapat dicerna
Ldd = Lemak dapat dicerna
KHdd = Karbohidrat dapat dicerna
SKdd = Serat Kasar dapat dicerna
BETNdd = BETN dapat dicerna
Kecernaan Pakan dan
Koefisien Kecernaan Pakan?
·
Kecernaan pakan merupakan
proporsi nutrisi (satuan berat) dalam pakan yang diserap oleh saluran
pencernaan.·
Koefisien Kecernaan Pakan
Ekspresi
kecernaan dalam persen
Nutrien
Digestibility (100%) =
Metode Konvensional Menentukan Kecernaan
Pakan?
Metode :
1.
Preliminary Period
Ternak
diadaptasikan selma 7-10 hari untuk ruminansia dan 4-6 hari untuk unggas
sehingga sisa pakan sebelumnya hilang, lajupakan akan seragam dan ternak
terbiasa dengan pakan uji.
2.
Collection Period
Feses
yang ditampung berasal dari pakan uji, penampungan dilakukan 2x1 minggu
berurutan. Alokasi waktu keseluruhan adalah :
·
Hari 1-4 persiapan
·
Hari 15-21 preminary
·
Hari 22-28 koleksi feses
I
·
Hari 29-35 koleksi feses
II
3.
Preparing Test Sample
·
Feses per individu
ditimbang setiap hari dan bungkus dengan polythelene, feses disimpan dalam
freezer -16 sampai -20°C
·
Cegah penguapan N dengan
presevator campuran HCl dan alkohol
·
Sampel kering diletakan
pada suhu kamar selama 3-4 hari dalam keadaan tutup rapat
Perhitungan
Kecernaan
Metode Menentukan Kecernaan Pakan Secara
Internal dan Eksternal?
·
Kecernaan Pakan Secara
Internal
Indikator
internal digunakan untuk ternak ruminansia. Misalnya Lignin yang tidak dapat
dicerna digunakan sebagai pengukur.
·
Kecernaan Pakan Secara
Eksternal
Dapat
digunakan untuk ternak ruminansia maupun non ruminansia. Indikator yang
digunakan dengan Cr2O3 sebagai penanda
Beda antara Kecernaan Semu dan Kecernaan
Sejati
·
Kecernaan Semu :
Pengukuran kecernaan yang tidak menyertakan faktor-faktor endogen
Kecernaan
Sejati : Pengukuran kecernaan yang menyertakan faktor-faktor endogen endogen.
Misal kecernaan protein, feses mengandung protein dari pakan dan endogen.
Ternak akan diberikan pakan yang tidak mengandung protein kemudian sekresi N
akan dihitung.
Subscribe to:
Posts (Atom)
-
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR (PROTEIN DAN LEMAK) BISA DI DOWNLOAD DISINI BAB I PENDAHULUAN Kehidupan manusia tidak lepas dari meng...
-
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR (ANALISA KUANTITATIF) BISA DI DOWNLOAD DISINI BAB I PENDAHULUAN Analisa volumetri merup...
-
BAB 2 SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA Kedudukan bahasa indonesia adalah sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Dal...