Tuesday, May 24, 2016

BALANCE RATION, PROTEIN SUPPLEMENT, TDN (TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENTS)

BALANCE RATION

Balance ration (ransum seimbang) merupakan ransum yang kandungan nutriennya dalam jumlah dan proporsi yang memenuhi kebutuhan fisiologis ternak sesuai dengan kebutuhannya (Sutardi, 2003).  Balance ration dalam pengertian lain adalah porsi pakan sehari-hari dari ternak ternak atau unggas yang dicampur agar mengandung bagian-bagian zat makanan yang cocok untuk kesehatan ternak, pertumbuhan dan produksi.  Peningkatan populasi, produksi daging, susu dan telur sebagai hasil ternak sangat tergantung dari penyediaan pakan yang baik dan berkualitas.  Balance ration adalah salah satu suplai nutrisi yang berbeda untuk memenuhi zat gizi sebagaimana mestinya yang diberikan ternak ketika pakan pada jumlah yang tepat (Hartadi et al, 1991).
Balance ration dapat juga disebut dengan pakan sempurna, yaitu kombinasi beberapa bahan pakan yang bila dikonsumsi secara normal dapat mensuplai zat-zat gizi kepada ternak dalam perbandingan, jumlah, bentuk sedemikian rupa sehingga fungsi-fungsi fisiologis dalam tubuh dapat berjalan dengan normal. Dalam pakan –sempurna-ekonomis, faktor-faktor ekonomis termasuk dalam pertimbangan bagi penyusun pakan (Agustina, 2009). Zat gizi yang harus ada dalam pakan ternak berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral (Wahyu, 1991).
Ransum untuk pakan ternak dikatakan seimbang apabila diberikan kepada ternak dapat memenuhi kebutuhan hidup ternak yaitu kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan hidup produksi tanpa menimbulkan gangguan kesehatan bagi ternak yang mengkonsumsinya (Anggorodi, 1995).  Untuk menyusun ransum yang seimbang banyak cara yang dapat dilakukan seperti menganalisa seluruh bahan pakan yang akan digunakan sebagai penyusun ransum atau dapat mengacu pada buku pedoman yang mencantumkan kandungan-kandungan gizi setiap bahan.  Standar pakan harus disertai dengan tabel komposisi pakan yang menyediakan informasi berhubungan dengan komposisi nutrisi pakan yang digunakan dalam balance ration.
Sebelum menyusun formulasi pakan sebaiknya ditentukan lebih dahulu tujuan penyusunannya, antara lain untuk kebutuhan hidup pokok, maintenance dan untuk memenuhi tujuan-tujuan produksi yang meliputi kebutuhan untuk reproduksi, pertumbuhan, produksi telur, susu, wol atau produksi tenaga tergantung pada jenis ternaknya (kebutuhan produksi).  Setelah menentukan tujuan pemberian pakan, maka dalam penyusunan komposisinya nanti harus sesuai dengan kebutuhan nutrien ternak.  Kebutuhan nutrien untuk hidup pokok merupakan prioritas utama dalam utilisasi nutrien.  Kebutuhan nutrien untuk produksi umumnya dapat dipenuhi setelah kebutuhan pokok terpenuhi.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun ransum seimbang antara lain faktor zat gizi (nutritional) dan faktor biaya (economic).  Pengunaan bahan pakan yang murah dan kandungan nutrisi yang dapat memenuhi kebutuhan ternak dalam menyusun ransum akan sangat menguntungkan bagi peternak.  Faktor nutrisi yang perlu mendapat perhatian adalah kadar air, protein, energi, kalsium, phosphor, vitamin, dan mineral.  

PROTEIN SUPPLEMENT

Protein merupakan persenyawaan organik kompleks yang mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen, nitrogen, fosfor dan sulfur.  Protein tersusun atas lebih dari 20 persenyawaan organik yang disebut asam amino.  Protein dibutuhkan ternak sebagai pembentuk jaringan dan produksi.  Jaringan tubuh ternak mampu mensintesis beberapa asam amino.  Sebagian asam amino lain tidak dapat disintesis sehingga harus tersedia dalam ransum.  Asam amino yang dapat disintesis dalam tubuh disebut asam amino non esensial, sedangkan yang tidak dapat disintesis dalam tubuh disebut asam amino esensial.  Dalam penyusunan ransum, idealnya semua asam amino esensial dan kandungan nitrogen cukup terpenuhi guna sintesis asam amino esensial.  Apabila ransum defisien asam amino esensial maka dapat mengganggu pertumbuhan dan produksi ternak.  Pada proses pencernaan, ternak akan merombak protein menjadi asam amino bebas yang dapat digunakan untuk sintesa protein (AAK,  1991).
Protein supplement dapat berasal dari hewan atau tumbuhan.  Protein supplement yang berasal dari hewan, kecuali susu penuh yang kering dan susu skim yang kering, semuanya mengandung protein kasar lebih dari 47%, sedangkan yang berasal dari tanaman mengandung protein kurang dari 47% kecuali minyak kacang kedelai yang mempunyai kadar protein 49%.  Protein supplement dapat diberikan sebagai sumber protein dalam ransum, apabila kandungan proteinnya rendah.  Kendala yang sering dihadapi dalam penyusunan ransum terutama ransum unggas adalah kurangnya kandungan asam amino, untuk itu perlu ditambahkan asam amino untuk melengkapi (Hartadi et al, 1991).
Defisiensi protein yang hebat atau sebuah asam amino tunggal ternak akan mengalami kehilangan pertumbuhan rata-rata 6 – 7%, pada ayam petelur dapat menyebabkan molting yang hebat dan produksi telur berhenti.  Atas dasar pertimbangan tersebut, maka dalam penyusunan ransum diperlukan tambahan protein (asam amino sintetik) atau protein supplement yang kaya akan kandungan asam-asam amino esensial.  Asam amino esensial tersebut antara lain arginin, lisin, glisin, histidin, leusin, isoleusin, sistin, phenilalanin, tirosin, threonin, tryptophan, valin dan metionin. Penggunaan protein supplement biasanya dicampurkan dalam premiks, konsentrat atau langsung ke dalam ransum ternak.
Beberapa jenis asam amino esensial yang paling banyak defisien adalah metionin dan lisin (Rasyaf, 1992).  Asam amino lisin dan metionin biasanya dipakai dalam jumlah 0,1 hingga 0,2% tergantung banyaknya pemakaian protein nabati.  Semakin banyak protein nabati yang digunakan, maka penambahan asam amino tersebut semakin dibutuhkan.  Penambahan asam amino dapat bersifat toksik hanya apabila dalam jumlah yang relatif sangat tinggi dibandingkan asam-asam amino yang lain.  Sebagai contoh bila anak ayam diberi pakan ad libitum dengan kandungan protein 10% dan 1,5% metionin maka konsumsi ransum dan pertumbuhannya akan menurun tajam.  Pakan yang mengandung asam amino yang seimbang akan mempunyai nilai biologis protein yang lebih baik. Asam amino yang sering ditambahkan atau digunakan dalam ransum unggas adalah lysine HCL dan D.L Methionin.
TDN
(TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENTS)

Standar kebutuhan pakan atau istilah lainnya standar kebutuhan zat-zat makanan pada ternak ruminansia sering menggunakan satuan yang beragam, misalnya untuk kebutuhan energi dipakai Total Digestible Nutrient (TDN), Metabolizable Energy (ME) atau Net Energy (NE) sedangkan untuk kebutuhan protein dipakai nilai Protein Kasar (PK), PK tercerna atau kombinasi dari nilai degradasi protein di rumen atau protein yang tak terdegradasi di rumen.
Pada ternak ruminansia dikenal istilah Total Digestible Nutrient (TDN), yaitu suatu asumsi bahwa selisih antara zat gizi yang dikonnsumsi dengan zat gizi yang terdapat di dalam faeces merupakan nilai gizi yang tercerna dan dapat diubah menjadi energi.  Oleh karena itu, nilai TDN dapat dihitung dari konversi nilai DE (Digestible Energy) atau nilai ME (Metabolizable Energy).  Padahal kenyataannya energi yang tidak dapat dicerna atau dimatebolisir, melainkan hanya akan diubah sesuai dengan hukum kekelan energi.
Total Digestable Nuttrient (TDN) dapat dihitung dengan jalan menjumlah nutrient yang tercerna.  TDN (%) = Protein tercerna (%) + Serat kasar tercerna (%) + Ekstrak tanpa nitrogen tercerna (%) + (ekstrak ether tercerna x 2.25 (%)).
Energi dalam pakan umumnya berasal dari karbohidrat dan lemak.  Pentingnya energi dalam pakan tercermin dari adanya dua macam metode pengukuran yaitu metode pengukuran TDN, yang merupakan sistem ukuran yang paling tua yang berdasar pada fraksi-fraksi yang tercerna dari sistem Wende serta sumbangan energinya.  Sistem yang selanjutnya adalah sistem kalori berdasar pada kandungan energi atau kalori pada bahan pakan.  Konsumsi energi (TDN) yang lebih tinggi berpengaruh  terhadap kualitas karkas, presentase karkas, lemak ginjal dan luas REA namun tidak  terhadap kualitas daging.
 Kekurangan energi dapat mengakibatkan terhambatnya pertambahan bobot badan, penurunan bobot badan dan berkurangnya semua fungsi produksi dan terjadi kematian bila berlangsung lama (Hartadi et al, 1991).  Menurut Parakasi (1999) ternak memenfaatkan energi untuk pertumbuhan dan produksi setelah kebutuhan hidup pokoknya terpenuhi.  Kebutuhan energi akan meningkat dengan pertambahan bobot badan.  Tinggi rendahnya TDN dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bobot badan dan konsumsi pakan itu sendiri.  Kebutuhan energi akan meningkat seiring dengan pertambahan bobot badan.  
TDN atau energi merupakan total dari zat pakan yang paling dibutuhkan.  Kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk lemak badan, tetapi sebaliknya jika pakan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan energinya maka lemak tubuh akan dirombak untuk mencukupi kebutuhan energi untuk hidup pokok ternak yang tidak tercukupi dari pakan.  Lubis (1992) menyarankan agar para peternak menggunakan probiotik bakteri selulolitik karena ternak mampu meningkatkan kecernaan Serat Kasar (SK) dan Total Digestible Nutrient (TDN) dengan baik, dijelaskan juga bahwa limbah kulit singkong termasuk salah satu bahan pakan ternak yang mempunyai energi (Total Digestible Nutrient) tinggi dan kandungan nutrisi yang terkandung didalamnya memadai.


DAFTAR PUSTAKA

Agustina, L., Purwanti,S. 2009. Ilmu Nutrisi Unggas. Lembaga Pengembangan Sumberdaya        Peternakan (INDICUS). Makassar.

AAK. 1991. Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Anggorodi, R. 1995. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia. Jakarta.

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan Allen Tillman. 1991. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
 
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan. Jakarta.
 
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Rasyaf, M. 1992. Seputar Makanan Ayam kampung. Kanisius. Yogyakarta.

Sutardi, T.R., Efka A.R. dan Sri R. 2003. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Wahyu, J.  1991. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.


No comments:

Post a Comment

Comment Me