BALANCE RATION
Balance ration (ransum seimbang) merupakan ransum yang kandungan nutriennya dalam jumlah dan proporsi yang
memenuhi kebutuhan fisiologis ternak sesuai dengan kebutuhannya (Sutardi, 2003). Balance
ration dalam pengertian lain adalah porsi pakan sehari-hari dari ternak
ternak atau unggas yang dicampur agar mengandung bagian-bagian zat makanan yang
cocok untuk kesehatan ternak, pertumbuhan dan produksi. Peningkatan
populasi, produksi daging, susu dan telur sebagai hasil ternak sangat
tergantung dari penyediaan pakan yang baik dan berkualitas.
Balance
ration adalah salah satu suplai nutrisi yang berbeda
untuk memenuhi zat gizi sebagaimana mestinya yang diberikan ternak ketika pakan
pada jumlah yang tepat (Hartadi
et
al, 1991).
Balance ration
dapat juga disebut dengan pakan sempurna, yaitu kombinasi beberapa bahan pakan
yang bila dikonsumsi secara normal dapat mensuplai zat-zat gizi kepada ternak
dalam perbandingan, jumlah, bentuk sedemikian rupa sehingga fungsi-fungsi
fisiologis dalam tubuh dapat berjalan dengan normal. Dalam pakan
–sempurna-ekonomis, faktor-faktor ekonomis termasuk dalam pertimbangan bagi
penyusun pakan (Agustina, 2009). Zat gizi yang harus ada dalam pakan ternak
berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral (Wahyu, 1991).
Ransum
untuk pakan ternak dikatakan seimbang apabila diberikan kepada ternak dapat
memenuhi kebutuhan hidup ternak yaitu kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan hidup
produksi tanpa menimbulkan gangguan kesehatan bagi ternak yang mengkonsumsinya
(Anggorodi, 1995). Untuk menyusun ransum
yang seimbang banyak cara yang dapat dilakukan seperti menganalisa seluruh
bahan pakan yang akan digunakan sebagai penyusun ransum atau dapat mengacu pada
buku pedoman yang mencantumkan kandungan-kandungan gizi setiap bahan. Standar pakan harus disertai dengan tabel
komposisi pakan yang menyediakan informasi berhubungan dengan komposisi nutrisi
pakan yang digunakan dalam balance ration.
Sebelum menyusun formulasi pakan sebaiknya ditentukan lebih dahulu
tujuan penyusunannya, antara lain untuk kebutuhan hidup pokok, maintenance dan
untuk memenuhi tujuan-tujuan produksi yang meliputi kebutuhan untuk reproduksi,
pertumbuhan, produksi telur, susu, wol atau produksi tenaga tergantung pada
jenis ternaknya (kebutuhan produksi). Setelah
menentukan tujuan pemberian pakan, maka dalam penyusunan komposisinya nanti
harus sesuai dengan kebutuhan nutrien ternak. Kebutuhan nutrien untuk hidup pokok merupakan
prioritas utama dalam utilisasi nutrien. Kebutuhan nutrien untuk produksi umumnya dapat
dipenuhi setelah kebutuhan pokok terpenuhi.
Faktor-faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun ransum seimbang antara lain faktor
zat gizi (nutritional) dan faktor
biaya (economic). Pengunaan bahan pakan yang murah dan kandungan
nutrisi yang dapat memenuhi kebutuhan ternak dalam menyusun ransum akan sangat
menguntungkan bagi peternak. Faktor
nutrisi yang perlu mendapat perhatian adalah kadar air, protein, energi,
kalsium, phosphor, vitamin, dan mineral.
PROTEIN SUPPLEMENT
Protein
merupakan persenyawaan organik kompleks yang mengandung unsur-unsur karbon,
hidrogen dan oksigen, nitrogen, fosfor dan sulfur. Protein tersusun atas lebih dari 20
persenyawaan organik yang disebut asam amino. Protein dibutuhkan ternak sebagai pembentuk
jaringan dan produksi. Jaringan tubuh
ternak mampu mensintesis beberapa asam amino. Sebagian asam amino lain tidak dapat
disintesis sehingga harus tersedia dalam ransum. Asam amino yang dapat disintesis dalam tubuh
disebut asam amino non esensial, sedangkan yang tidak dapat disintesis dalam
tubuh disebut asam amino esensial. Dalam
penyusunan ransum, idealnya semua asam amino esensial dan kandungan nitrogen
cukup terpenuhi guna sintesis asam amino esensial. Apabila ransum defisien asam amino esensial
maka dapat mengganggu pertumbuhan dan produksi ternak. Pada proses pencernaan, ternak akan merombak
protein menjadi asam amino bebas yang dapat digunakan untuk sintesa protein (AAK, 1991).
Protein supplement dapat berasal dari hewan atau tumbuhan. Protein
supplement yang berasal dari hewan, kecuali susu penuh yang kering dan susu
skim yang kering, semuanya mengandung protein kasar lebih dari 47%, sedangkan
yang berasal dari tanaman mengandung protein kurang dari 47% kecuali minyak
kacang kedelai yang mempunyai kadar protein 49%. Protein
supplement dapat diberikan sebagai sumber protein dalam ransum, apabila
kandungan proteinnya rendah. Kendala
yang sering dihadapi dalam penyusunan ransum terutama ransum unggas adalah
kurangnya kandungan asam amino, untuk itu perlu ditambahkan asam amino untuk
melengkapi (Hartadi et al, 1991).
Defisiensi protein yang
hebat atau sebuah asam amino tunggal ternak akan mengalami kehilangan
pertumbuhan rata-rata 6 – 7%, pada ayam petelur dapat menyebabkan molting yang hebat dan produksi telur
berhenti. Atas dasar pertimbangan
tersebut, maka dalam penyusunan ransum diperlukan tambahan protein (asam amino
sintetik) atau protein supplement yang kaya akan kandungan asam-asam amino
esensial. Asam amino esensial tersebut
antara lain arginin, lisin, glisin, histidin, leusin, isoleusin, sistin,
phenilalanin, tirosin, threonin, tryptophan, valin dan metionin. Penggunaan protein
supplement biasanya dicampurkan dalam premiks, konsentrat atau langsung ke
dalam ransum ternak.
Beberapa jenis asam amino esensial yang
paling banyak defisien adalah metionin dan lisin (Rasyaf, 1992). Asam amino lisin dan metionin biasanya dipakai
dalam jumlah 0,1 hingga 0,2% tergantung banyaknya pemakaian protein nabati. Semakin banyak protein nabati yang digunakan,
maka penambahan asam amino tersebut semakin dibutuhkan. Penambahan asam amino dapat bersifat toksik
hanya apabila dalam jumlah yang relatif sangat tinggi dibandingkan asam-asam
amino yang lain. Sebagai contoh bila
anak ayam diberi pakan ad libitum dengan kandungan protein 10% dan 1,5%
metionin maka konsumsi ransum dan pertumbuhannya akan menurun tajam. Pakan yang mengandung asam amino yang seimbang
akan mempunyai nilai biologis protein yang lebih baik. Asam amino yang sering ditambahkan atau
digunakan dalam ransum unggas adalah lysine
HCL dan D.L Methionin.
TDN
(TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENTS)
Standar kebutuhan pakan
atau istilah lainnya standar kebutuhan zat-zat makanan pada ternak ruminansia
sering menggunakan satuan yang beragam, misalnya untuk kebutuhan energi dipakai
Total Digestible Nutrient (TDN), Metabolizable Energy (ME) atau Net Energy (NE)
sedangkan untuk kebutuhan protein dipakai nilai Protein Kasar (PK), PK tercerna
atau kombinasi dari nilai degradasi protein di rumen atau protein yang tak
terdegradasi di rumen.
Pada ternak ruminansia
dikenal istilah Total Digestible Nutrient (TDN), yaitu suatu asumsi bahwa
selisih antara zat gizi yang dikonnsumsi dengan zat gizi yang terdapat di dalam
faeces merupakan nilai gizi yang tercerna dan dapat diubah menjadi energi. Oleh karena itu, nilai TDN dapat dihitung
dari konversi nilai DE (Digestible Energy) atau
nilai ME (Metabolizable Energy). Padahal kenyataannya energi yang
tidak dapat dicerna atau dimatebolisir, melainkan hanya akan diubah sesuai
dengan hukum kekelan energi.
Total Digestable
Nuttrient (TDN) dapat dihitung dengan jalan menjumlah nutrient yang tercerna. TDN (%) = Protein tercerna (%) + Serat kasar
tercerna (%) + Ekstrak tanpa nitrogen tercerna (%) + (ekstrak ether tercerna x
2.25 (%)).
Energi dalam pakan umumnya
berasal dari karbohidrat dan lemak. Pentingnya energi dalam pakan tercermin dari adanya
dua macam metode pengukuran yaitu metode pengukuran TDN, yang merupakan sistem
ukuran yang paling tua yang berdasar pada fraksi-fraksi yang tercerna dari
sistem Wende serta sumbangan energinya. Sistem yang selanjutnya adalah sistem kalori
berdasar pada kandungan energi atau kalori pada bahan pakan. Konsumsi energi (TDN)
yang
lebih tinggi berpengaruh terhadap kualitas karkas, presentase karkas, lemak
ginjal dan luas REA namun tidak terhadap kualitas daging.
Kekurangan energi dapat mengakibatkan
terhambatnya pertambahan bobot badan, penurunan bobot badan dan berkurangnya
semua fungsi produksi dan terjadi kematian bila berlangsung lama (Hartadi et al, 1991). Menurut Parakasi (1999) ternak
memenfaatkan energi untuk pertumbuhan dan produksi setelah kebutuhan hidup
pokoknya terpenuhi. Kebutuhan energi akan meningkat dengan pertambahan
bobot badan. Tinggi rendahnya TDN
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bobot badan dan konsumsi pakan itu
sendiri. Kebutuhan energi
akan meningkat seiring dengan pertambahan bobot badan.
TDN atau energi merupakan
total dari zat pakan yang paling dibutuhkan. Kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk lemak
badan, tetapi sebaliknya jika pakan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan
energinya maka lemak tubuh akan dirombak untuk mencukupi kebutuhan energi untuk
hidup pokok ternak yang tidak tercukupi dari pakan. Lubis (1992) menyarankan agar para
peternak menggunakan probiotik bakteri selulolitik karena ternak mampu
meningkatkan kecernaan Serat Kasar (SK) dan Total Digestible Nutrient (TDN)
dengan baik, dijelaskan juga bahwa limbah kulit singkong termasuk salah satu bahan
pakan ternak yang mempunyai energi (Total Digestible Nutrient) tinggi dan
kandungan nutrisi yang terkandung didalamnya memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina,
L., Purwanti,S. 2009. Ilmu Nutrisi Unggas. Lembaga Pengembangan Sumberdaya Peternakan (INDICUS). Makassar.
AAK.
1991. Petunjuk Beternak Sapi Potong dan
Kerja. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Anggorodi, R. 1995. Kemajuan
Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia. Jakarta.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan Allen Tillman. 1991. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan. Jakarta.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
Rasyaf, M. 1992.
Seputar Makanan Ayam kampung.
Kanisius. Yogyakarta.
Sutardi, T.R.,
Efka A.R. dan Sri R. 2003. Bahan Pakan
dan Formulasi Ransum. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto.
Wahyu, J. 1991. Ilmu Nutrisi
Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment
Comment Me